hai sahabat blogger.. KoalaBiru akan menyebarkan makalah mengenai psikologi islam, mata kuliah KoalaBiru saat semester 2. so, ambil aja manfaatnya ya .. ❤❤
MAKALAH PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN
KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI
KESEHATAN MENTAL DALAM KELUARGA DAN
MASYARAKAT DAN NAFSU LAWWAMAH
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kita haturkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat limpahan rahmatnya, kami
dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan, Adapun
judul dari makalah ini adalah mengenai “Kesehatan Mental Dalam Keluarga Dan
Masyarakat dan Nafsu”. Dimana pengetahuan serta pemahamannya sangatlah penting
dalam kehidupan. Kami harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat
bagi kita semua, juga dapat menambah wawasan kita mengenai Kesehatan Mental
Dalam Keluarga Dan Masyarakat dan Nafsu. Maka, kami harapkan kritik dan
sarannya demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Semarang, 29 maret 2017
DAFTAR ISI
Ø Kata
pengantar
Ø Daftar
isi
Ø Bab
1 PENDAHULUAN
a.
Latar
belakang
b.
Tujuan
c.
Rumusan
masalah
Ø Bab
2 PEMBAHASAN
I. Teori
II. Studi
Kasus
Ø Bab
3 PENUTUP
a.
Kesimpulan
b.
Saran
Ø Daftar
pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Kesehatan mental merupakan keinginan wajar bagi setiap manusia
seutuhnya, tapi tidaklah mudah mendapatkan kesehatan jiwa seperti itu. Perlu
pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai secara dini untuk
mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk menelusurinya diperlukan
keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian secara langsung atau tidak
langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa. Pada dasarnya untuk
mencapai manusia dalam segala hal diperlukan psikis yang sehat. Sehingga dapat
berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal. Pendidikan
merupakan proses pemberian pelajaran yang diterima oleh anak di dalam keluarga,
sekolah, dan masyarakat. Peranan pendidikan dalam pembinaan kesehatan mental
bagi anak sangatlah dibutuhkan.
Oleh karena itu, pendidikan dalam sekolah, keluarga maupun
masyarakat harus dapat membina anak dari sejak dini agar terjadi ketenangan
jiwa dan juga keharmonisan.
B. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian dari kesehatan mental
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan mental
3. Mengetahui penggolongan kesehatan mental
4. Mengetahui ruang lingkup kesehatan mental
5. Mengetahui kesehatan mental dalam keluarga dan
masyarakat
6. Mengetahui pengertian dan maksud dari nafsu lawwamah
C.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah pengertian dari kesehatan mental?
2.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan
mental?
3. Apa saja
kategori penggolongan kesehatan mental?
4. Apa saja ruang lingkup kesehatan mental?
5. Seperti apa kesehatan
mental dalam keluarga?
6. Seperti apa kesehatan
mental dalam masyarakat?
7. Apa itu
nafsu lawwamah ?
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Teori
A. PENGERTIAN
KESEHATAN
MENTAL
Istilah “kesehatan
mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa
Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis,
jiwa atau kejiwaan. Kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi agama, terus
berkembang dengan pesat. jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene
berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental
baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan
sosial).
Mental yang sehat tidak
akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang
memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang
datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa
ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan mental adalah Memiliki kemampuan diri
untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan
menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap
stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada
dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan
orang lain juga berbeda.
Dalam perjalanan
sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut
:
a. Kesehatan mental adalah terhindarnya
seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis). Pengertian
ini terelihat sempit, karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah
mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian
ini banyak mendapat sambutan dari kalangan psikiatri.
Kembali pada istilah
neorosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidakberesan dalam susunan
syaraf. Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari bahwa
ketidakberesan tingkah laku tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidakberesan
susunan syaraf, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap dirinya
sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental (psikologi) dimasukkan pula
dalam istilah tersebut
b. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan
dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia
hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan
kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri,
diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
c. Terwujudnya keharmonisan yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk
mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan
pertentangan batin (konflik).
d. Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan
untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal
mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari
gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang
terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup
menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya
keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan
berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Kesehatan mental
(mental hygiens) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip,
peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan
rohani. kesehatan mental meliputi pengetahuan serta prinsip-prinsip yang
terdapat lapangan Psikologi, kedokteran, Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan
Agama.
Kesehatan Mental
merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang yang memiliki jiwa
yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa yang sehat keselarasan kondisi fisik dan
psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan
jiwa, frustasi, atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang
yang memiliki kesehatan mental juga memiliki kecerdasan baik secara
intelektual, emosional, maupun spiritualnya.
B. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental pada manusia itu
dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan
dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan
penyakit jiwa.
1. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.
2. Faktor
Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya. Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya. Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.
C. PENGGOLONGAN KESEHATAN MENTAL
Berikut merupakan macam-macam penggolongan
kesehatan mental yang kurang lebih perlu kita mengerti, terutama dalam aspek
kesehatan.
1. Gangguan Somatofarm, Gejalanya
bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organik dan faktor-faktor
psikologis.
2. Gangguan Disosiatif, Perubahan
sementara fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh
masalah emosional.
3. Gangguan Psikoseksual, Termasuk
masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan
tujuan seksual.
4. Kondisi yang Tidak dicantumkan
Sebagai Gangguan Jiwa., Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang
membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan
kejam pada anak.
5. Gangguan Kepribadian, Pola prilaku
maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan
tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
6. Gangguan yang Terlihat Sejak Bayi,
Masa Kanak-Kanak atau Remaja., Meliputi keterbelakangan mental, hiperaktif, emosi
pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
7. Gangguan Jiwa Organik, Terdapat
gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan
lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
8. Gangguan Penggunaan Zat-Zat, Penggunaan
alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah
prilaku.
9. Gangguan Skisofrenik Serangkaian
gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga
pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
10. Gangguan Paranoid, Gangguan yang
ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai
perasaan yang dikejar-kejar.
11. Gangguan Afektif, Gangguan suasana
hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang berat,
gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
12. Gangguan Kecemasan, Gangguan dimana
rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu tidak
menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.
D. RUANG LINGKUP KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental memiliki ruang kajian yang sangat luas. Ruang lingkup
kesehatan mental antara lain sebagai berikut:
1.
Mental Hygiene dalam Keluarga
Amatlah penting bagi suami istri dalam mengelola keluarga untuk menciptakan
keluarga yang sakinah mawaddah warahmah untuk memahami konsep-konsep atau
prinsip-pronsip kesehatan mental hygiene ini, yang berfungsi untuk
mengembangkan mental yang sehat atau mencegah terjadinya mental yang sakit pada
anggota keluarga.
2.
Mental Hygiene di Sekolah
Gagasan ini didasarkan pada asumsi bahwa “perkembangan kesehatan mental
peserta didik dipengaruhi oleh iklim sosio-emosional di sekolah.” Pemahaman
pimpinan sekolah dan guru-guru (terutama guru BK atau konselor) tentang mental
hygiene sangatlah penting. Pimpinan dan para guru secara sinerji dapat
menciptakan iklim kehidupan sekolah (fisik, emosional, sosial, maupun moral
spiritual) untuk perkembangan kesehatan mental para siswa. Di samping itu
mereka dapat memantau gejala gangguan mental para siswa sedini mungkin. Mereka
dapat memahami masalah mental yang dapat diatasi sendiri dan mana yang
seyogianya dirujuk ke para ahli yang lebih profesional.
Para guru di SLTP dan SLTA perlu memahami kesehatan mental siswanya yang
berada pada masa transisi, karena tidak sedikit siswanya yang mengalami kesulitan
mengembangkan mentalnya karena terhambat oleh masalah-masalahnya, seperti
penyesuaian diri, konflik dengan orang tua atau teman, masalah pribadi, masalah
akademis yang semuanya dapat menjadi sumber stres.
3.
Mental Hygiene di tempat kerja
Lingkungan kerja memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia.
Lingkungan kerja tidak hanya menjadi tempat mencari nafkah, ajang persaingan
bisnis, dan peningkatan kesejahteraan hidup, tetapi juga menjadi sumber stres
yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental bagi semua orang yang
berinteraksi di tempat tersebut.
Banyak masalah yang mengakibatkan gangguan mental di tempat kerja yang
diakibatkan oleh stres, apabila masalah-masalah tersebut menimpa suatu lembaga
atau perusahaan, maka akan terjadi stagnasi produktivitas kerjadi di kalangan
pimpinan atau karyawan. Jika hal ini terjadi, amaka tinggal menunggu
kebangkrutan lembaga atau perusahaan tersebut.
Berdasarkan hal itu, bagi para pimpinan lembaga pemerintah / swasta yang
menginginkan tercapainya keberhasilan. Sangatlah penting untuk memperhatikan
mental hygiene ini, agar mereka dapat mengembangkan kiat-kiat untuk mencegah
terjadinya maslaah gangguan emosional, datu memperkecil sumber-sumber
terjadinya stres.
4.
Mental Hygiene dalam Kehidupan Politik
Tidak sedikit orang yang bergelut dalam bidang politik yang mengidap
gangguan mental, seperti : pemalsuan ijazah, money politic, KKN, khianat kepada
rakyat dan stres yang menimbulkan perilaku agresif karena gagal menjadi calon
legislatif, dll.
5.
Mental Hygiene di Bidang Hukum
Seorang hakim perlu memiliki pengetahuan tentang mental hygiene, agar dapat
mendeteksi tingkat kesehatan mental terdakwa atau para saksi saat proses
pengadilan berlangsung, dimana sangat berpengaruh terhadap pengambilan
keputusan hukum.
6.
Mental Hygiene dalam Kehidupan Beragama
Pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis merupakan bentuk
yang paling tua. Telah beberapa abad lamanya, para nabi atau para penyebar
agama melakukan therapeutik.
Semakin kompleks kehidupan, semakin penting penerapan mental hygiene yang
bersumber dari agama dalam rangka mengembangkan atau mengatasi kesehatan mental
manusia. Ada kecenderungan orang-orang di zaman modern ini semakin rindu atau
haus akan nilai-nilai agama, seperti ceramah atau tausiyah. Mereka merindukan
hal itu dalam upaya mengembangkan wawasan keagamaannya, atau mengatasi
masalah-masalah kehidupan yang sulit diatasinya tanpa nasihat keagamaan
tersebut.
E. KESEHATAN
MENTAL KELUARGA
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan
manusia. Anggota-anggotanya terdiri dari atas ayah, ibu, dan anak. Bagi
anak-anak, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya.
Barangkali sulit untuk mengabaikan peran keluarga
dalam pendidikan. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memiliki
lingkungan tunggal yaitu keluarga. Makanya, tak mengherankan jika beberapa ahli
menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian terbentuk oleh
pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga saat akan tidur kembali, anak-anak
menerima pengaruh dari pendidikan keluarga.
Kehidupan
keluarga pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai berikut:
1.
Pembinaan
nilai-nilai dan norma agama serta budaya.
2.
Memberikan
dukungan afektif, berupa hubungan kehangatan, mengasihi dan dikasihi, mempedulikan
dan dipedulikan, memberikan motivasi, saling menghargai, dan lain-lain.
3.
Pengembangan
pribadi, berupa kemampuan mengendalikan diri baik fikiran maupun emosi,
mengenal diri sendiri maupun orang lain, pembentukan kepribadian, melaksanakan
peran, fungsi dan tanggung jawab sebagai anggota keluaraga, dan lain-lain.
4.
Penanaman
kesadaran atas kewajiban, hak dan tanggung jawab individu terhadap dirinya dan
lingkungan sesuai ketentuan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pencapaian fungsi-fungsi keluarga ini akan membentuk
suatu komunitas yang berkualitas dan menjadi lingkungan yang kondusif untuk
pengembangan potensi setiap anggota keluarga.
Menurut Dadang
Hawari, anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan memiliki kepribadian
yang matang jika diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan
bahagia. Kepribadian menurut paham kesehatan jiwa adalah segala kebiasaan
manusia terhimpun dalam dirinya, yang digunakan untuk bereaksi serta
menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan, baik yang timbul dari
lingkungannya (dunia luar) maupun yang datang dari dirinya sendiri (dunia
dalam), sehingga corak dan kebiasaan merupakan satu kesatuan fungsional yang
khas untuk individu itu.
Keadaan atau suasana keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak.
Keadaan orang tua, sikapnya terhadap anak sebelum dan sesudah anak lahir, ada
pengaruhnya terhadap kesehatan mental bagi anak.
Dalam perlakuan orang tua terhadap anaknya, harus
dijaga dan diperhatikan kebutuhan-kebutuhan si anak dalam hidup pada umumnya,
mulai dari kebutuhan-kebutuhan pokok sampai kebutuhan-kebutuhan jiwa dan sosial
yang perlu hidup. Kebutuhan-kebutuhan jiwa itu seperti:
1.
Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Kasih sayang tidak akan dirasakan oleh si anak apabila
dalam hidupnya mengalami hal-hal sebagai berikut :
a.
Kehilangan
pemeliharaan ibu
Anak-anak sangat membutuhkan pemeliharaan langsung dari ibunya, akan tetapi
tidak semua ibu, dapat memberikan pemeliharaan kepada si anak karena berbagai
alasan dan sebab. Namun bagaimanpun alasan dan sebab tersebut, akan berakibat
tidak baik terhadap pertumbuhannya baik fisik, perasaan, kecerdasaan, atau
sosial. Kesehatan mungkin terganggu dan pertumbuhan kepribadiannya akan
mengalami kegoncangan yang akibatnya akan tetap terasa sampai ia dewasa, bahkan
seumur hidupnya.
b.
Si anak merasa
tidak diperhatikan atau kurang disayangi.
Banyak sebab-sebab yang membawa si anak kepada perasaan bahwa ia tidak
disenangi atau tidak diperhatikan antara lain: mengabaikan pemeliharaan anak,
sering berpisah dengan ibu, mengacamkan dengan hukuman, terlalu banyak
peringtan dan nasehat terhadap si anak, menghina atau mengolok-olokan si anak
dengan bermacam-macam cara, ibu yang suka marah atau menggerutu waktu menolong
si anak, dan kurang memperhatikan keadaan si anak. Akibat yang mungkin terjadi
pada anak-anak, apabila ia kurang disayang atau kurang diperhatikan itu banyak
sekali, antara lain akan terganggu kesehatan mentalnya.
c.
Toleransi orang
tua yang berlebihan
Toleransi yang berlebih-lebihan terhadap anak juga mempunyai pengaruh tidak
baik bagi pertumbuhannya. Akibat yang tidak baik dari toleransi yang berlebihan
bagi anak itu antara lain: emosi yang tidak matang.
d.
Orang tua yang
terlalu keras
Terlalu banyak perintah, larangan, teguran dan tidak mengindahkan keinginan
si anak, banyak pula menyebabkan gangguan terhadap ketegangan si anak. Ia tidak
sanggup mengeluarkan pendapat, kadang-kadang terlalu sopan dan tunduk kepada
orang yang berkuasa, kurang mempunyai inisiatif dan spontanitas, tidak percaya
diri, dan tidak dapat mengisi waktu luang.
e.
Orang tua yang
terlalu ambisius
Kadang-kadang orang tua karena ambisi atau keinginannya yang
berlebih-lebihan sering mendorong anaknya untuk melakukan sesuatu yang di luar
batas kemampuannya. Tindakan seperti ini akan menyebabkan si anak tidak mau
bertanggungjawab dan sering gagal. Kegagalan ini sangat berbahaya, ia akan
merasa rendah diri, apatis dan sebagainya.
f.
Sikap orang tua
yang berlawanan
Apabila pendapat orang tua dalam mendidik si anak tidak sejalan, akan
menyebabkan si anak kebingungan dan merasa tidak aman. Hal ini tidak baik bagi
pertumbuhannya. Apabila perbedaan pendapat antara orang tua itu sangat besar,
hal ini akan membawa kegoncangan jiwa pula, karena si anak akan terombang-ambing
di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dia merasa menjadi objek dari dua
aliran yang berlawanan itu.
2.
Kebutuhan akan rasa aman
Unsur-unsur pokok dalam rasa aman itu adalah kasih sayang, ketentraman dan
penerimaan. Maka anak yang merasa sungguh-sungguh dicintai oleh orang tua dan
keluarganya pada umumnya akan merasa bahagia dan aman. Namun kehilangan rasa
aman terutama pada masa kanak-kanak akan membawa pengaruh sepanjang hidup.
3.
Kebutuhan akan harga diri
Baik olok-olok dalam bentuk apapun, maupun hukuman-hukuman,
perintah-perintah, larangan-larangan dan janji-janji akan menghukum tanpa ada
alasan yang wajar dan masuk akal, serta setiap tindakan orang tua yang selalu
menunjukan kekuasaan dan kebesaran akan menyebabkan si anak tidak dihargai.
Akibat dari hilangnya rasa harga diri itu, ialah antara lain merasa rendah
diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah dan sebagainya.
4.
Kebutuhan akan rasa kebebasan
Kebebasan di sini bukan kebebasan yang tidak mengenal batas, tapi kebebasan
di sini maksudnya adalah kebebasan dalam batas-batas kewajaran. Hal-hal ini
yang menyebabkan anak-anak merasa tidak bebas adalah pertanyaan-pertanyaan
tentang pergi-pulangnya, kawan-kawannya, cara membelanjakan uangnya dan
sebagainya.
5.
Kebutuhan akan mengenal
Sering kita lihat anak-anak berusaha memegang sesuatu dengan tangannya
sambil memeriksa dan melihat-melihat dengan matanya. Tindakan seperti ini
sebenarnya adalah usaha dari anak untuk mengetahui barang-barang yang baru
dalam lingkungannya. Peranan orang tua dalam memimpin anak-ank itu sangat
penting.
MASALAH DIDALAM KELUARGA
Ketidakhadiran anak di tengah-tengah keluarga
juga sering menimbulkan konflik berkepanjangan antara suami-istri. Apalagi jika
suami selalu menyalahkan isri sebagai pihak yang mandul. Padahal, butuh
pembuktian medis untuk menentukan apakah seseorang memang mandul atau tidak.
Solusi Daripada membiarkan masalah tersebut berlarut terus-menerus, lebih baik
bicarakan dengan suami. Ajaklah suami untuk bersama memeriksakan ke dokter.
Jika dokter mengatakan bahwa Anda dan suami sehat, berarti kesabaran Anda dan
pasangan tengah diuji oleh yang Maha Kuasa. Namun, bila memang sudah
bertahun-tahun kehadiran si kecil belum datang juga, Anda dan suami bisa
menempuh cara lain, misalnya dengan adopsi anak. Memahami masalah kesehatan
mental dalam keluarga secara luas adalah penting dalam zaman modern ini
walaupun kemajuan ilmu teknologi dan industri dapat memberikan kemudahan dan
kesenangan kepada manusia.
Akan tetapi semua itu belum dapat menjamin
kesejahteraan dan kebahagiaan jiwa. Hal ini disebabkan karena kemajuan tersebut
membawa kepada perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat
yang sudah barang tentu mempengaruhi perilaku kehidupan jiwa. Sehingga adaptasi
masyarakat modern yang hiper kompleks itu menjadi tidak mudah, dan bahkan
menyebabkan kecemasan, konflik terbuka dan eksternal sifatnya maupun yang
tersembunyi dan internal dalam batin sendiri banyak orang mengembangkan pola
tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum atau, berbuat semau sendiri demi kepentingan sendiri dan
mengganggu atau merugikan orang lain.
Masalah-masalah sosial pada zaman modern yang
dianggap sosiopatik itu merupakan fungsi struktural dan totalitas sistem
sosial. Dengan kata lain penyakit masyarakat merupakan produk sampingan atau
konsekuensi yang tidak diharapkan dari sistem sosial kultural zaman sekarang
lambat laun apabila tingkah laku menyimpang itu menjadi meluas dalam
masyarakat, maka berlangsunglah deviasi
situasional yang komulatif misalnya dalam bentuk kebudayaan korupsi,
kriminalitas, deviasi seksual dan lain-lain.Tingkah laku atau perbuatan manusia
tidak terjadi secara sporadis, tetapi selalu ada kelangsungan antara satu
perbuatan dengan perbuatan berikutnya bahwa pola tingkah laku, fikiran, dan
sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang
hampir sama pada anggota keluarga lainnya dan sangat besar sekali
pengaruhnya dalam proses membentuk tingkah laku terutama anak-anak. Misalnya,
temperamen ayah yang agresif meledak-ledak, suka marah, sewenang-wenang, serta
kriminil, tidak hanya akan mentransformasikan efek temperamennya saja, akan
tetapi juga menimbulkan iklim yang mendemoralisir secara psikis di
tengah-tengah keluarga. Sekaligus juga merangsang kemunculan reaksi-rekasi emosional yang
implusif dan eksplosif pada anak-anak yang mengindikasikan ketidaksehatan
mental mereka. Keluarga penuh konflik keras, keluarga radikal ekstrim, semua
itu biasanya menjadi sumber yang subur bagi munculnya delinkuensi remaja dan
ketidaksehatan mental anak-anaknya.
Sumbangan keluarga pada perkembangan anak ditentukan oleh sifat hubungan
antara anak dengan berbagai anggota keluarga. Tidak semua anggota keluarga
mempunyai pengaruh yang sama pada anak. Besarnya pengaruh seorang anggota
keluarga bergantung sebagian besar pada hubungan emosional yang terdapat antara
anak dan anggota keluarga itu, walaupun pengaruh seorang ayah pada anak bisanya
kurang dari pengaruh ibu, terutama selama awal masa kanak-kanak.
Seorang ayah yang bersifat otokratis dapat
menyebabkan penyesuaian yang kurang baik seperti juga seorang ayah yang
permisif yang disiplinya tidak efektif. Pada dasarnya hubungan orang tua dan
anak bergantung pada sikap orang tua. Sikap orang tua tidak hanya mempunyai
pengaruh kuat pada hubungan didalam keluarga tetapi juga pada sikap dan
perilaku anak. Kartini Kartono telah menyebutkan bahwa masyarakat modern yang
serba ricuh, cepat berubah, dipenuhi kekerasan dan lain-lain itu disamping
mendorong orang tua dan anak-anak muda menggunakan respon kriminal,
delinkuen juga banyak membuahkan tingkah
laku yang neurotis, psikotisi dan psikopstis. Inilah tanda-tanda dari
masyarakat yang tengah sakit. Dapat dinyatakan pula bahwa tingkah laku
delinkuen dan neurotis, psikopatis anak-anak muda itu merupakan reaksi terhadap
kondisi keluarga serba berantakan dan terhadap kondisi sosial masyarakat
lingkungan yang tengah sakit.
F. KESEHATAN
MENTAL MASYARAKAT
Beberapa tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam
mendorong para ahli Ilmu Psikologi untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan
tingkah laku orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, juga
menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu memperoleh ketenangan dan
kebahagiaan dalam kehidupannya. Usaha ini kemudian melahirkan satu cabang
termuda dari ilmu Psikologi, yaitu Kesehatan mental /Mental Hygiene. Kesehatan
mental, sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian dari psikologi agama, terus
berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat yang selalu
membutuhkan solusi-solusi dari berbagai problema kehidupan. Kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi belum mampu memenuhi kebutuhan rohani, bahkan
menambah permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan dengan kemewahan
hidup. Akibat lain seperti rasionalitas teknologi lebih diutamakan sehingga
nilai kemanusiaan diabaikan..
Pada bagian lain, berbagai persoalan hidup yang
melanda bangsa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan krisis multi dimensi
di berbagai pelosok nusantara. Belum tuntas permasalahan ekonomi, muncul
konflik berbau Sara, baru saja meredam pertikaian tersebut, bangsa kita dilanda
berbagai bencana, semakin memperbukuk kondisi mental bangsa ini. Di samping
itu, adanya perhatian manusia yang besar terhadap kesejahteraan hidupnya, serta
adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya dilakukan pembinaan kesejahteraan
hidup bersama ikut mempercepat perkembangan ilmu kesehatan mental.
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap
kesehatan mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya
kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif, tetapi pada
aspek lain kehidupan sosial itu dapat pula menjadi stressor yang dapat
mengganggu kesehatan mental.
Misalnya terhadap anak
sebagai siswa banyak juga yang mengalami gangguan kesehatan mental seperti ketidaksiapan dalam menghadapi ujian, bullying,
ketidakpercayaandiri, kehamilan di luar nikah, bahkan perilaku bunuh diri
karena tidak lulus UN merupakan beberapa indikasi adanya ketidakmampuan pada
pribadi siswa dalam menangani masalah pada dirinya yang juga merupakan tanda
adanya gangguan kesehatan mental, mengingat remaja merupakan fase yang rawan,
labil, dan dinamis. Masalah-masalah yang khusus diobati bila diperlukan, dan
dukungan umum dan dorongan dilakukan. kegagalan akademis. Masalah-masalah yang
mulai terjadi di lingkungan anak-anak, seperti kurang perhatian/gangguan
hiperaktif (ADHD) dan gangguan belajar, bisa berlanjut untuk menyebabkan
masalah-masalah sekolah pada remaja. Antara 1 % – 5 % remaja mengalami
ketakutan memasuki sekolah. Ketakutan ini kemungkinan sama rata atau
berhubungan dengan orang tertentu (seorang guru atau pelajar lain) atau
peristiwa di sekolah (seperti kelas pengetahuan fisik). Remaja bisa mengalami
gejala-gejala fisik, seperti sakit perut, atau bisa sederhana menolak pergi ke
sekolah. Remaja yang sering bolos atau keluar dari sekolah telah menyadari
keputusannya untuk menghindari sekolah. Remaja ini biasanya mencapai akademis
yang minim dan memiliki sedikit kesuksesan atau kepuasan dari kegiatan yang
berhubungan dengan sekolah. Mereka seringkali terlibat dengan tingkah laku yang
beresiko tinggi, seperti melakukan seks yang tidak aman, menggunakan
obat-obatan, dan terlibat dalam keributan. Remaja dengan resiko keluar dari
sekolah harus diberi perhatian pada pilihan pendidikan yang lainnya, seperti
pelatihan kejuruan dan prgogram alternatif lainnya.
G. NAFSU LAWWAMAH
Nafsul Lawwamah adalah jiwa yang masih cacat cela. Walaupun dia menerima hidayah (petunjuk dari Tuhan, patuh kepada-Nya, dan selalu ingin berbuat kebajikan,
namun sang pemilik terkadang melakukan perbuatan maksiat atau sewaktu-waktu tak dapat menguasai hawa nafsunya, yakni godaan setan. Setelah hal tersebut
terjadi, maka akan timbul sebuah penyesalan, lalu berbuat kepada Tuhan dan
kembali patuh kepada-Nya.
Jika tidak dapat mengendalikan nafsu
dengan sempurna, yang terjadi adalah terkadang muncul sifat-sifat seperti binatang, namun terkadang pula muncul sifat kemanusiaannya, hal ini juga disebut sebagai nafsul
lawwamah. Kebalikannya, jika kita
mampu mengendalikan nafsu dan memepergunakannya dengan baik, justru nafsul
lawwamah akan sangat membantu dalam hal mengembangkan stimulus agar selalu menyeleraskan kehendak
kita dengan kehendak Allah. Biasa nafsu ini dimiliki
oleh orang-orang awam.
Dalam agama Islam, pembahasan nafsu ini sudah termaktub dalam Surat Al-Qiyamah ayat satu sampai dua yang berbunyi: Dan aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang
amat menyesali dirinya sendiri.
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang
selalu mengkritik diri sendiri bila terjadi
suatu kejahatan dosa atas dirinya. Ini lebih baik sedikit dari nafsu
amarah. Karena tidak puas atas dirinya yang melakukan kejahatan lalu
mencela dan mencerca dirinya sendiri. Bila berbuat salah dan dosa dia lebih cepat sadar dan terus kritik dirinya sendiri. Perasaan ini sebenarnya timbul dari sudut hatinya sendiri bila buat dosa, secara otomatis terbitlah semacam bisikan dilubuk hatinya. Inilah yang di katakan lawwamah. Bisikan hati seseorang akan melarang dirinya melakukan sesuatu yang keji timbul secara spontan bila tergores saja dihatinya. Cepat rasa bersalah pada Allah Rasulullah atas keterlanjurannya. Ini ibarat taufik dan hidayah Allah untuk
memimpinnya kembali dari kesesatan dan kesalahan kepada kebenaran dan
jalan yang lurus.
suatu kejahatan dosa atas dirinya. Ini lebih baik sedikit dari nafsu
amarah. Karena tidak puas atas dirinya yang melakukan kejahatan lalu
mencela dan mencerca dirinya sendiri. Bila berbuat salah dan dosa dia lebih cepat sadar dan terus kritik dirinya sendiri. Perasaan ini sebenarnya timbul dari sudut hatinya sendiri bila buat dosa, secara otomatis terbitlah semacam bisikan dilubuk hatinya. Inilah yang di katakan lawwamah. Bisikan hati seseorang akan melarang dirinya melakukan sesuatu yang keji timbul secara spontan bila tergores saja dihatinya. Cepat rasa bersalah pada Allah Rasulullah atas keterlanjurannya. Ini ibarat taufik dan hidayah Allah untuk
memimpinnya kembali dari kesesatan dan kesalahan kepada kebenaran dan
jalan yang lurus.
Tapi bila seseorang itu naik ke
martabat nafsu lawwamah tapi tidak
mematuhi sinyal lawwamah yang memancar di hatinya, maka lama-
kelamaan sinyal ini akan padam dan redup. Hingga jatuhlah kembali pada
tingkat nafsu amarah kembali. Sebab itu kadang-kadang kita tengok sekejap
orang tu baik, sekejap berubah jahat kembali. Kemudian berubah baik.
Inilah bolak balikan hati yang di sebabkan oleh kondisi nafsunya yang berubah-ubah.
Pada tingkat lawwamah ini masih bergelimang dengan sifat-sifat
mazmumah tapi jumlahnya mulai berkurang sedikit. Keinsafan memancar.
Jika dia terus mematuhi sinyal lawwamah yang ada, sedikit demi
sedikit sifat-sifat keji dapat dihapus. Pada tahap ini dia banyak
meneliti diri sendiri dan merenungkan segala kesalahan yang lampau. Bila
perasaan menyesal datang, orang-orang pada tingkat sangat mudah
mengeluarkan air mata penyesalan. Sering menangis dalam shalat, atau bila
sendirian, sewaktu berzikir, bersolawat. Air matanya bukanlah disengaja
tetapi terjadi secara spontan. Inilah dikatakan sebagai tangisan diri. Pada
tingkat ini mulai banyak mempelajari dan meneliti alam dan kejadian. Bahkan
selalu membandingkan sesuatu dengan dirinya. Mereka juga menjadi gila
untuk beribadat dan cenderung diskusi terkait soal
mengenal diri dan mulai jemu dengan persoalan yang tidak terkait dengan
agama. Perubahan ini bisa jadi tajam jika kita terjun ke alam
tasauf.
Antara sifat nafsu lawwamah adalah:
mematuhi sinyal lawwamah yang memancar di hatinya, maka lama-
kelamaan sinyal ini akan padam dan redup. Hingga jatuhlah kembali pada
tingkat nafsu amarah kembali. Sebab itu kadang-kadang kita tengok sekejap
orang tu baik, sekejap berubah jahat kembali. Kemudian berubah baik.
Inilah bolak balikan hati yang di sebabkan oleh kondisi nafsunya yang berubah-ubah.
Pada tingkat lawwamah ini masih bergelimang dengan sifat-sifat
mazmumah tapi jumlahnya mulai berkurang sedikit. Keinsafan memancar.
Jika dia terus mematuhi sinyal lawwamah yang ada, sedikit demi
sedikit sifat-sifat keji dapat dihapus. Pada tahap ini dia banyak
meneliti diri sendiri dan merenungkan segala kesalahan yang lampau. Bila
perasaan menyesal datang, orang-orang pada tingkat sangat mudah
mengeluarkan air mata penyesalan. Sering menangis dalam shalat, atau bila
sendirian, sewaktu berzikir, bersolawat. Air matanya bukanlah disengaja
tetapi terjadi secara spontan. Inilah dikatakan sebagai tangisan diri. Pada
tingkat ini mulai banyak mempelajari dan meneliti alam dan kejadian. Bahkan
selalu membandingkan sesuatu dengan dirinya. Mereka juga menjadi gila
untuk beribadat dan cenderung diskusi terkait soal
mengenal diri dan mulai jemu dengan persoalan yang tidak terkait dengan
agama. Perubahan ini bisa jadi tajam jika kita terjun ke alam
tasauf.
Antara sifat nafsu lawwamah adalah:
1) Mencela diri sendiri
2) Bermeditasi dan berpikir
3) Membuat kebaikan karena ria
4) Kagim pada diri sendiri yakni ‘ujub
5) Membuat sesuatu dengan sum’ah -agar
dipuji
6) Takjub pada diri sendiri
Siapapun yang merasa berdegup di hati
sifat seperti di atas masih berada
pada tingkat nafsu lawwamah. Ini adalah terdapat pada kebanyakan orang.
Harus kuat berzikir lagi untuk menembus dan menyucikan sisa karat
hati. Zikir pada peringkat nafsu ini masih lagi dibibir tetapi kadang-kadang
sudah mulai meresap masuk ke lubuk hati tapi dalam kondisi yang tidak
istiqomah. Pada tahap ini memang sudah timbul gila beribadat sehingga
kadang-kadang merasa dirinya ringan dan melayang, kadang-kadang
macam hilang dirinya. Rasa semacam semut berderau seluruh tubuhnya
terutama pada bagian tulang belakang dan tangannya. Kondisi beginilah
menimbulkan keasyikan yang menyenangkan dengan praktek zikir dan
ibadat lain.
pada tingkat nafsu lawwamah. Ini adalah terdapat pada kebanyakan orang.
Harus kuat berzikir lagi untuk menembus dan menyucikan sisa karat
hati. Zikir pada peringkat nafsu ini masih lagi dibibir tetapi kadang-kadang
sudah mulai meresap masuk ke lubuk hati tapi dalam kondisi yang tidak
istiqomah. Pada tahap ini memang sudah timbul gila beribadat sehingga
kadang-kadang merasa dirinya ringan dan melayang, kadang-kadang
macam hilang dirinya. Rasa semacam semut berderau seluruh tubuhnya
terutama pada bagian tulang belakang dan tangannya. Kondisi beginilah
menimbulkan keasyikan yang menyenangkan dengan praktek zikir dan
ibadat lain.
Pada pringkat ini sudah dapat menerima
sedikit ilham hasil dari zauk dan
kadang-kadang mengalami mimpi yang perlu ditafsir kembali oleh guru. Bila
berkelanjutan dengan tips dan praktek yang diberi oleh guru InsyaAllah
nafsunya lawwa-mah ini akan meningkat ke tingkat berikutnya
kadang-kadang mengalami mimpi yang perlu ditafsir kembali oleh guru. Bila
berkelanjutan dengan tips dan praktek yang diberi oleh guru InsyaAllah
nafsunya lawwa-mah ini akan meningkat ke tingkat berikutnya
II.
Studi Kasus
A. SUMBER KASUS
INSAN
Jurnal Psikologi
dan Kesehatan Mental
http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JPKM
p-ISSN 2528-0104 | e-ISSN 2528-5181
B. JUDUL ARTIKEL PENELITIAN
Komunitas
SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati) Sebagai Intervensi Kesehatan Mental Berbasis
Masyarakat
C.
METODE
PENELTIAN
Prosedur
Penelitian
ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan (action research) yang
melibatkan subjek yang diteliti dan mereka diharapkan dapat meneruskan
pengetahuan dari Pedukuhan X kepada anggota masyarakat lainnya dalam bentuk
tindakan nyata. Penelitian tindakan menggunakan pendekatan kualitatif dan
kuantitatif dalam proses asesmen dan analisis data. Variabel yang diukur dalam
penelitian ini adalah informasi tentang kesehatan jiwa, yang meliputi materi
deteksi dini masalah kejiwaan, penanganan masalah kejiwaan, dan kebijakan
tentang masalah kejiwaan. Subjek yang terlibat dalam Penelitian aksi ini adalah
masyarakat Pedukuhan X yang terbagi dalam tiga unsur, yaitu keluarga pasien
psikotik, para ibu pengajar PAUD/PKK, para pengambil kebijakan. Sebelum
pembentukan kader SEHATI, subjek Penelitian diberikan psikoedukasi terkait
masalah kejiwaan dan tata laksanan penanganannya. Perubahan pengetahuan subjek
diukur dengan menggunakan kuesioner pra dan pascapsikoedukasi. Data kuantitatif
dianalisis dengan menggunakan paired sample t-test, sementara data
kualitatif dianalisis dengan mengelompokkan hasil observasi dan wawancara
pemangku kepentingan Pedukuhan X dalam tabel analisis SWOT.
Pengumpulan
data
Data dikumpulkan dengan teknik
wawancara individual terhadap representasi perangkat Pedukuhan dan focus
group discussion (FGD) yang melibatkan Kepala Pedukuhan, pengurus PAUD,
kader sehat jiwa dari Puskesmas, dan salah satu keluarga pasien Skizofrenia.
Metode ini dipilih oleh Pedukuhan X karena dapat mencakup sekelompok orang
dalam waktu relatif singkat.
D.
HASIL
PENELITIAN
Data Kualitatif
Hasil
observasi yang dilakukan Pedukuhan X pada kelompok masyarakat Pedukuhan X
menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Pedukuhan X bekerja sebagai buruh tani dan
pedagang di pasar. Dari sisi pendidikan, mayoritas penduduk usia 40 tahun ke
atas berpendidikan SMP, sementara penduduk usia 18-35 tahun sebagian besar
berpendidikan akhir SMA. Beberapa warga juga ada yang melanjutkan pendidikan
hingga jenjang pendidikan S1.
Beberapa
kegiatan sosial yang rutin diadakan di Pedukuhan X adalah pos pelayanan terpadu
(Posyandu) balita pada tanggal 25 tiap bulannya, pendidikan anak usia dini yang
diadakan 2 kali dalam seminggu, pertemuan rutin tokoh masyarakat setiap satu
bulan sekali, dan pengajian ibu-ibu yang juga diadakan sebulan sekali. Seluruh
aktivitas masyarakat dilakukan di masjid pedukuhan atau pendopo rumah kepala
dukuh.
Seluruh
warga yang namanya tercatat sebagai pasien gangguan mental berasal dari
keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah dan tidak memiliki pekerjaan
tetap. Selain itu, beberapa pasien juga masih berkerabat dekat, bahkan ada
pasien yang merupakan kakak beradik kandung. Salah satu hambatan pasien jiwa
untuk mendapatkan pengobatan adalah sikap keluarga yang cenderung tertutup dan
tidak ingin anggota keluarga mereka dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit Jiwa
(RSJ).
Hasil
wawancara terhadap Kepala Dukuh X menunjukkan bahwa sejak dahulu memang telah
ada masyarakat yang mengalami gangguan jiwa di pedukuhan X. Penyebabnya
sebagian besar karena tekanan ekonomi dan masalah keluarga. Gejala yang umum
ditunjukkan oleh penderita gangguan jiwa tersebut adalah berjalan tanpa tujuan,
tidak menggunakan pakaian, dan berbicara sendiri. Meskipun tampak menerima,
keluarga dengan anggota yang mengalami gangguan jiwa juga menjadi bahan
perbincangan bagi penduduk warga lainnya. Hampir semua keluarga yang memiliki
pasien jiwa bersikap tertutup dan tidak banyak berbaur dalam kegiatan
masyarakat.
Tokoh
perempuan di Pedukuhan X menyampaikan bahwa selama ini banyak ibu yang tidak
paham bagaimana cara mendidik dan menangani perilaku anak dengan tepat.
Menurutnya, situasi ini berpengaruh terhadap kondisi anak di masa dewasa,
karena banyak keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
punya masalah komunikasi. Pada saat pengajian, sebenarnya cukup banyak ibu yang
mengeluhkan perilaku anaknya. Mereka tidak tahu harus berkonsultasi kepada
siapa. Hanya segelintir keluarga pasien jiwa yang sering ikut pengajian.
Sementara sianya jarang berbaur dalam kegiatan sosial masyarakat.
Kader Posyandu di
Pedukuhan X menyampaikan bahwa sebenarnya beberapa waktu lalu sempat akan
dilakukan pendataan mengenai pasien jiwa di Pedukuhan X, namun terkendala
dengan beberapa keluarga yang cenderung tertutup terhadap kondisi pasien jiwa
sebenarnya. Menurut narasumber, dia bersyukur karena di Pedukuhan X tidak ada
kasus pemasungan terhadap pasien jiwa. Namun kasus stigma negatif ataupun
anggapan miring terkait kondisi pasien jiwa masih ada. Dia menduga keluarga
sebenarnya merasa malu dengan kondisi pasien jiwa dan akhirnya merasa rendah
diri saat harus berinteraksi dengan masyarakat lain. Narasumber menyarankan
agar dilakukan pendekatan dari tokoh masyarakat untuk berdialog dengan keluarga
yang memiliki pasien jiwa.
Salah satu keluarga
pasien psikotik menyampaikan bahwa penyebab kedua anaknya mengalami gangguan
kejiwaan karena pengangguran dan tidak memiliki pekerjaan. Anak laki-lakinya
yang berusia 35 tahun sempat kuliah hingga semester 6 namun tidak diselesaikan.
Putus kuliah dan pulang kampung dengan kondisi menganggur dianggap sebagai
salah satu sebab dia mengalami gangguan kejiwaan. Sehari-harinya, kedua pasien
psikotik itu lebih banyak diam di teras rumah atau berkeliling pedukuhan tanpa
tujuan yang jelas. Selama ini belum ada petugas Puskesmas yang datang dan
menanyakan kondisi kejiwaan anaknya. Keluarga pasien sebenarnya membutuhkan
informasi mengenai penanganan pasien jiwa dan bagaimana cara untuk mendapatkan
jaminan kesehatan, karena biaya obat yang cukup tinggi.
E.
TABEL
INTERVENSI
Pelaksaan Psikoedukasi pada Subjek Ibu dan Keluarga
Pasien Psikotik Hari, Tanggal
|
Jumat, 10 Oktober 2014
|
Waktu
|
15.30
– 17.30 WIB
|
Sasaran
|
Para ibu dan keluarga pasien jiwa pedukuhan
Pedukuhan X
|
Materi
|
Pola
Asuh Orang Tua dan Dampaknya terhadap Kesehatan Jiwa Anak
|
Target yang ingin dicapai
|
1. Peserta dapat memahami aspek emosi anak usia dini
2. Peserta dapat memahami pola asuh ideal yang
berpengaruh positif terhadap perkembangan emosi anak
3. Peserta dapat memahami peran orang tua sebagai
pemantau perkembangan psikologis anak
4. Peserta dapat memahami aspek deteksi dini
gangguan emosi pada anak dan remaja
|
Hasil Intervensi
|
|
1. Peserta memahami aspek emosi anak usia dini
2. Peserta memahami pola asuh ideal yang berpengaruh
positif terhadap perkembangan emosi anak
3. Peserta memahami peran orang tua sebagai pemantau
perkembangan psikologis anak
4. Peserta memahami aspek deteksi dini gangguan
emosi pada anak dan remaja
|
|
Pelaksaan
Psikoedukasi pada Subjek Tokoh Masyarakat Pedukuhan X Hari, Tanggal
|
Minggu,
9 November 2014
|
Waktu
|
20.00
– 21.30 WIB
|
Sasaran
|
Para
bapak dan tokoh masyarakat pedukuhan Pedukuhan X
|
Materi
|
Peran
Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanganan Gangguan Kejiwaan
|
Target
yang ingin dicapai
|
1.
Peserta dapat mengetahui aspek kesehatan jiwa
2.
Peserta dapat mengetahui jenis gangguan jiwa yang lazim terjadi di masyarakat
3.
Peserta dapat mengetahui penyebab gangguan kejiwaan
4.
Peserta dapat mengetahui apa saja langkah untuk mencegah gangguan kejiwaan
|
Hasil
Intervensi
|
|
1.
Peserta mengetahui aspek kesehatan jiwa
2.
Peserta mengetahui jenis gangguan jiwa yang lazim terjadi di masyarakat
3.
Peserta mengetahui penyebab gangguan kejiwaan
4.
Peserta mengetahui apa saja langkah untuk mencegah gangguan kejiwaan
|
|
Tabel
6. Pelaksaan Tindak Lanjut Penelitian pada Subjek Kader Sehat Jiwa Hari, Tanggal
|
Rabu,
4 Februari 2015
|
Waktu
|
09.00
– 11.30 WIB
|
Sasaran
|
Para
kader kesehatan jiwa se-kecamatan Moyudan
|
Materi
|
Penyampaian
hasil deteksi dini kesehatan jiwa di tiap pedukuhan
|
Target
yang ingin dicapai
|
1.
Kader dapat melakukan deteksi dini kesehatan jiwa pada masyarakat di
lingkungan sekitarnya.
2.
Kader melaporkan hasil temuannya kepada psikolog dan perawat jiwa puskesmas
|
Hasil
Tindak Lanjut
|
|
Komunitas
SEHATI telah berjalan dengan program pendataan pasien jiwa dan membahas hasil
temuan di puskesmas
|
|
F. DISKUSI KASUS
Kasus
di Pedukuhan X menunjukkan bahwa masalah gangguan kejiwaan mayoritas dialami
oleh individu yang berasal dari kalangan ekonomi menengan ke bawah, bahwa
masalah gangguan mental lazim terjadi pada masyarakat dari strata sosial
menengah ke bawah. Masalah turunan yang disebabkan oleh kesehatan mental
berakibat pada penderitaan, ketidakmampuan bekerja, hingga kematian. Topik
mengenai kesehatan mental ini diabaikan oleh banyak pemangku kepentingan di
berbagai negara, karena dianggap tidak secara langsung berdampak terhadap
kesejahteraan warga. Padahal, justru kesehatan mental yang baik dan terjamin
menjadi faktor penting yang mampu membuat masyarakat sejahtera.
Para tokoh di Pedukuhan X
sebenarnya cukup paham bahwa masalah kesehatan mental tidak bisa diselesaikan
sepihak. Perlu ada integrasi antara unsur keluarga pasien dan masyarakat.
Selain itu, kesehatan mental perlu dipandang tidak hanya dari sudut penyakit atau
gangguan mental. Ada istilah kesehatan mental positif yang artinya kondisi
psikologis seseorang yang sehat mental dan memiliki penyesuaian dan kelenturan
dalam menghadapi permasalahan hidup. Orang yang sehat mental bukan berarti
tidak pernah mengalami masalah, melainkan dia mampu kembali pada kondisi
psikologis sebelum mengalami tekanan berat dalam hidupnya. Oleh karena itu
muncul teori mengenai diatesis stres yang menyebutkan bahwa stres dan beban
hidup yang ditanggung oleh manusia dalam hidupnya akan memengaruhi status
kesehatan fisik dan mental individu. Konsep kesehatan mental positif ini juga
disampaikan dalam materi psikoedukasi di Pedukuhan X.
Pada sesi psikoedukasi, subjek di
Pedukuhan X diberikan pehaman bahwa gangguan jiwa berat ditandai oleh hilangnya
kontak pasien dengan realita, muncul waham dan halusinasi, serta muncul
perilaku yang tidak lazim. Gangguan jiwa berat yang banyak terjadi di
masyarakat adalah adalah Skizofrenia. Skizofrenia juga didefinisikan sebagai
kelompok gangguan psikotik yang ditandai dengan adanya gangguan pikiran, emosi
dan tingkah laku, pikiran yang tidak terhubungkan, persepsi dan perhatian yang keliru,
hambatan dalam aktivitas motorik, emosi yang datar dan tidak sesuai, dan
kurangnya toleransi terhadap stres dalam hubungan interpersonal. Saat pemaparan
materi, banyak anggota keluarga pasien merasa terbantu dengan informasi yang diberikan
oleh peneliti.
Gangguan Skizofrenia memiliki
prevalensi sekitar 1 persen dari jumlah keseluruhan penduduk di muka bumi.
Fakta ini menjadikan Skizofrenia sebagai gangguan psikotik dengan prevalensi
tertinggi. Gejala skizorenia lazimnya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa
muda. Onset di atas usia 40 tahun sangat jarang terjadi. Sementara prognosis
pada laki-laki cenderung lebih buruk daripada perempuan. Di Pedukuhan X,
prevalensi kasus Skizofrenia sekitar 5 permil (5 kasus dari seribu penduduk).
Gejala-gejala Skizofrenia muncul
dalam tiga fase yang dapat diprediksi. Fase pertama adalah prodromal, yaitu
fase di mana beberapa fungsi sosial mulai mengalami penurunan. Individu mulai
menarik diri dari linngkungan sosial. Selain itu kemampuan rawat diri juga
mulai menurun. Tahap kedua disebut dengan fase aktif, yaitu fase di mana gejala
positif psikotik seperti delusi dan halusinasi muncul. Fase ketiga adalah
residual, dengan gejala yang menyerupai fase prodromal, namun dengan
kualitas perilaku yang lebih buruk.
Skizofrenia pada umumnya ditandai
oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi,
serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted).
Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat dikembangkan
kemudian. Skizofrenia merupakan label yang diberikan pada suatu kelompok
psikosis, yang mengalami penurunan fungsi-fungsi yang ditandai dengan kekacauan
fikiran, persepsi, suasana hati, tingkah laku yang aneh dan penghindaran
sosial.
Individu dengan diagnosis
Skizofrenia, umumnya diberikan pengobatan seperti obat-obatan, aktivitas
program mengurangi gejala, mempromosikan atau melibatkan individu kedalam
aktivitas dan interaksi sosial, sehingga mereka dapat membangun peran sosial
atau keterampilan khusus di masyarakat. Obat-obatan yang digunakan untuk
mengobati Skizofrenia disebut dengan neuroleptics, yang artinya
mengendalikan syaraf. Jika bekerja degan efektif, neuroleptics membantu
penderita Skizofrenia untuk berpikir lebih jernih dan mengurangi gejala positif
Skizofrenia. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara memengaruhi gejala
positif (delusi, halusinasi, agitasi). Sementara dalam dosis yang lebih rendah,
memengaruhi gejala-gejala negatif dan disorganisasi, seperti defisit sosial.
Secara umum, setiap obat dapat efektif untuk sebagian orang dan tidak efektif
bagi orang lainnya. Tim medis dan pasien seringkali harus menjalani proses trial
dan error hingga menemukan komposisi obat yang paling efektif.
Salah satu efek buruk Skizofrenia
adalah dampak negatifnya terhadap hubungan penderita dengan orang lain. Problem
ini termasuk juga ke dalam materi yang disampaikan kepada masyarakat Pedukuhan
X. Masalah ini dapat menjadi hambatan paling mencolok yang diperlihatkan oleh
penderita Skizofrenia dan membuat mereka tidak mampu mempertahankan relasi
sosial. Intervensi psikososial dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan
konsumsi obat dengan cara membantu pasien agar mampu mengkomunikasikan
masalahnya kepada profesional.
Selain
gangguan jiwa berat, masyarakat Pedukuhan X juga diberikan edukasi mengenai
gangguan mental emosional. Gangguan mental emosional ditandai dengan menurunnya
fungsi individu pada ranah keluarga, pekerjaan/pendidikan, dan
komunitas/masyarakat. Gangguan ini berasal dari konflik alam bawah sadar yang
menyebabkan kecemasan. Individu dengan gangguan mental emosional masih terkait
dengan realita dan lingkungan sekitarnya, namun membutuhkan pertolongan/intervensi
dari profesional bidang kesehatan jiwa. Beberapa jenis gangguan mental
emosional yang lazim terjadi adalah depresi dan gangguan kecemasan.
Warga
Pedukuhan X mengalami perubahan kognitif dan perilaku setelah mendapatkan
psikoedukasi tentang masalah kejiwaan. Sebagai sebuah komunitas, warga di
Pedukuhan X mampu menciptakan rasa kebersamaan untuk menangani problem sosial
di lingkungan mereka.
G. SIMPULAN STUDI KASUS
Penyebab utama gangguan kejiwaan di
Pedukuhan X adalah tekanan sosial ekonomi dan tekanan sosial. Pola komunikasi
dalam keluarga yang tidak cair menyebabkan anggota keluarga yang terkena
masalah enggan berbagi cerita. Oleh karena itu, pembentukan komunitas pedukuhan
sehat jiwa dan hati (SEHATI) dapat menjadi wadah promotif, preventif, dan kuratif
terhadap masalah kesehatan jiwa di skala pedukuhan.
Setelah
peneltian dilakukan, peneliti memberikan saran agar keluarga bisa menjalankan
peran sebagai pelindung utama pasien jiwa dan mampu menciptakan kondisi emosi
yang nyaman bagi mereka. Selain keluarga, peran masyarakat juga diharapkan
untuk meneruskan perilaku bebas stigma negatif terhadap pasien jiwa kepada
generasi berikutnya. Agar fungsi kader dalam komunitas pedukuhan SEHATI ini
optimal, perlu adanya kerjasama antara Puskesmas dan perangkat pemerintahan
hingga level kabupaten untuk merumuskan kebijakan terkait pencegahan dan
penanganan kasus gangguan kejiwaan di masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kesehatan
mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan atau penyakit mental,
terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi jiwa serta
mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dan
merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya, adanya kemampuan
yang dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya,
berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang
bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Kesehatan mental
seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia
hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan
pencapaian-pencapaian sosialnya.
.
B. SARAN
Dari
makalah yang kami susun ini, kami harap pembaca dapat memahami betul tentang kesehatan
mental terutama sangat berkaitan dalam masyarakat maupun keluarga. Seperti yang
sudah dibahas diatas bahwa perlu adanya kebutuhan-kebutuhan individu yang perlu
dilengkapi dan disesuaikan. Serta kesehatan mental dalam masyarakat perlu
adanya penegak hukum masyarakat yang benar-benar dalam membersihkan masalah
yang dapat merusak mental dan kepribadian. Sedangkan pada setiap satuan
pendidikan seharusnya memberdayakan program-program pengembangan diri,
bimbingan konseling, dan sejenisnya sebagai media yang sangat efektif di
sekolah untuk pembinaan potensi peserta didik sesuai minat-bakat dan berfungsi
efektif bagi pencegahan dini sekaligus tindakan terhadap penyimpangan,
gangguan/sakit mental yang dialami peserta didik. Pendidikan budaya dan
karakter seharusnya diintegrasikan dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah
dan lingkungan masyarakat secara konsisten untuk menjamin kesehatan mental.
Atas
disusunnya makalah ini, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan maupun
kekurangan. Kami mohon koreksi, kritik serta sarannya. Terimakasih.
Comments
Post a Comment