Skip to main content

KESEHATAN MENTAL DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT DAN NAFSU LAWWAMAH

hai sahabat blogger.. KoalaBiru akan menyebarkan makalah mengenai psikologi islam, mata kuliah KoalaBiru saat semester 2. so, ambil aja manfaatnya ya .. ❤❤

MAKALAH PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI



KESEHATAN MENTAL DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT DAN NAFSU LAWWAMAH

KATA PENGANTAR
Puji syukur kita haturkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat limpahan rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan, Adapun judul dari makalah ini adalah mengenai “Kesehatan Mental Dalam Keluarga Dan Masyarakat dan Nafsu”. Dimana pengetahuan serta pemahamannya sangatlah penting dalam kehidupan. Kami harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, juga dapat menambah wawasan kita mengenai Kesehatan Mental Dalam Keluarga Dan Masyarakat dan Nafsu. Maka, kami harapkan kritik dan sarannya demi perbaikan menuju arah yang lebih baik. 


Semarang, 29 maret 2017 


DAFTAR ISI

Ø  Kata pengantar
Ø  Daftar isi
Ø  Bab 1 PENDAHULUAN
a.        Latar belakang
b.       Tujuan
c.         Rumusan masalah

Ø  Bab 2 PEMBAHASAN
                        I.     Teori
                     II.     Studi Kasus
Ø  Bab 3 PENUTUP
a.       Kesimpulan
b.      Saran

Ø  Daftar pustaka



BAB I
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG
Kesehatan mental merupakan keinginan wajar bagi setiap manusia seutuhnya, tapi tidaklah mudah mendapatkan kesehatan jiwa seperti itu. Perlu pembelajaran tingkah laku, pencegahan yang dimulai secara dini untuk mendapatkan hasil yang dituju oleh manusia. Untuk menelusurinya diperlukan keterbukaan psikis manusia ataupun suatu penelitian secara langsung atau tidak langsung pada manusia yang menderita gangguan jiwa. Pada dasarnya untuk mencapai manusia dalam segala hal diperlukan psikis yang sehat. Sehingga dapat berjalan menurut tujuan manusia itu diciptakan secara normal. Pendidikan merupakan proses pemberian pelajaran yang diterima oleh anak di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Peranan pendidikan dalam pembinaan kesehatan mental bagi anak sangatlah dibutuhkan.
Oleh karena itu, pendidikan dalam sekolah, keluarga maupun masyarakat harus dapat membina anak dari sejak dini agar terjadi ketenangan jiwa dan juga keharmonisan.

B.     TUJUAN
1.      Mengetahui pengertian dari kesehatan mental
2.      Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental
3.      Mengetahui penggolongan kesehatan mental
4.      Mengetahui ruang lingkup kesehatan mental
5.      Mengetahui kesehatan mental dalam keluarga dan masyarakat
6.      Mengetahui pengertian dan maksud dari nafsu lawwamah

C.     RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah pengertian dari kesehatan mental?
2.    Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental?
3.    Apa saja kategori penggolongan kesehatan mental?
4.    Apa saja ruang lingkup kesehatan mental?
5.    Seperti apa kesehatan mental dalam keluarga?
6.    Seperti apa kesehatan mental dalam masyarakat?
7.    Apa itu nafsu lawwamah ?




BAB II
PEMBAHASAN
                       I.      Teori
A.    PENGERTIAN KESEHATAN MENTAL
Istilah “kesehatan mental” diambil dari konsep mental hygiene. Kata “mental” diambil dari bahasa Yunani, pengertiannya sama dengan psyche dalam bahas latin yang artinya psikis, jiwa atau kejiwaan. Kesehatan mental merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat. jadi dapat diambil kesimpulan bahwa mental hygiene berarti mental yang sehat atau kesehatan mental. Sedangkan yang dimaksud Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari keluhan dan gangguan mental baik berupa neurosis maupun psikosis (penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial).
Mental yang sehat tidak akan mudah terganggu oleh Stressor (Penyebab terjadinya stres) orang yang memiliki mental sehat berarti mampu menahan diri dari tekanan-tekanan yang datang dari dirinya sendiri dan lingkungannya. Noto Soedirdjo, menyatakan bahwa ciri-ciri orang yang memiliki kesehatan mental adalah Memiliki kemampuan diri untuk bertahan dari tekanan-tekanan yang datang dari lingkungannya. Sedangkan menurut Clausen Karentanan (Susceptibility) Keberadaan seseorang terhadap stressor berbeda-beda karena faktor genetic, proses belajar dan budaya yang ada dilingkungannya, juga intensitas stressor yang diterima oleh seseorang dengan orang lain juga berbeda.
Dalam perjalanan sejarahnya, pengertian kesehatan mental mengalami perkembangan sebagai berikut :
a.  Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gangguan dan penyakit jiwa (neurosis dan psikosis). Pengertian ini terelihat sempit, karena yang dimaksud dengan orang yang sehat mentalnya adalah mereka yang tidak terganggu dan berpenyakit jiwanya. Namun demikian, pengertian ini banyak mendapat sambutan dari kalangan psikiatri.
Kembali pada istilah neorosis, pada awalnya kata tersebut berarti ketidakberesan dalam susunan syaraf. Namun, setelah para ahli penyakit dan ahli psikologi menyadari bahwa ketidakberesan tingkah laku tersebut tidak hanya disebabkan oleh ketidakberesan susunan syaraf, tetapi juga dipengaruhi oleh sikap seseorang terhadap dirinya sendiri dan terhadap orang lain, maka aspek mental (psikologi) dimasukkan pula dalam istilah tersebut
b.  Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta lingkungan di mana ia hidup. Pengertian ini lebih luas dan umum, karena telah dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh. Dengan kemampuan penyesuaian diri, diharapkan akan menimbulkan ketentraman dan kebahagiaan hidup.
c.   Terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk mengatasi problem yang biasa terjadi, serta terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin (konflik).
d.  Pengetahuan dan perbuatan yang bertujuan untuk mengembangkan dan meningkatkan potensi, bakat dan pembawaan semaksimal mungkin, sehingga membawa kebahagiaan diri dan orang lain, terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa.
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang sehat mentalnya adalah orang yang terhindar dari gangguan dan penyakit jiwa, maupun menyesuaikan diri, sanggup menghadapi masalah-masalah dan kegoncangan-kegoncangan yang bias, adanya keserasian fungsi jiwa, dan merasa bahwa dirinya berharga, berguna, dan berbahagia serta dapat menggunakan potensi-potensi yang ada semaksimal mungkin.
Kesehatan mental (mental hygiens) adalah ilmu yang meliputi sistem tentang prinsip-prinsip, peraturan-peraturan serta prosedur-prosedur untuk mempertinggi kesehatan rohani. kesehatan mental meliputi pengetahuan serta prinsip-prinsip yang terdapat lapangan Psikologi, kedokteran, Psikiatri, Biologi, Sosiologi, dan Agama.
Kesehatan Mental merupakan kondisi kejiwaan manusia yang harmonis. Seseorang yang memiliki jiwa yang sehat apabila perasaan, pikiran, maupun fisiknya juga sehat. Jiwa  yang sehat keselarasan kondisi fisik dan psikis seseorang akan terjaga. Ia tidak akan mengalami kegoncangan, kekacauan jiwa, frustasi, atau penyakit-penyakit kejiwaan lainnya. Dengan kata lain orang yang memiliki kesehatan mental juga memiliki kecerdasan baik secara intelektual, emosional, maupun spiritualnya.





B.     FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental pada manusia itu dipengaruhi oleh faktor internal dan external. Keduanya saling mempengaruhi dan dapat menyebabkan mental yang sakit sehingga bisa menyebabkan gangguan jiwa dan penyakit jiwa.
1.      Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat, bakat, keturunan dan sebagainya. Contoh sifat yaitu seperti sifat jahat, baik, pemarah, dengki, iri, pemalu, pemberani, dan lain sebagainya. Contoh bakat yakni misalnya bakat melukis, bermain musik, menciptakan lagu, akting, dan lain-lain. Sedangkan aspek keturunan seperti turunan emosi, intelektualitas, potensi diri, dan sebagainya.

2.      Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berada di luar diri seseorang yang dapat mempengaruhi mental seseorang. Lingkungan eksternal yang paling dekat dengan seorang manusia adalah keluarga seperti orang tua, anak, istri, kakak, adik, kakek-nenek, dan masih banyak lagi lainnya. Faktor luar lain yang berpengaruh yaitu seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pemerintah, pendidikan, pekerjaan, masyarakat, dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental seseorang, namun faktor external yang buruk / tidak baik dapat berpotensi menimbulkan mental tidak sehat.

C.     PENGGOLONGAN KESEHATAN MENTAL
Berikut merupakan macam-macam penggolongan kesehatan mental yang kurang lebih perlu kita mengerti, terutama dalam aspek kesehatan.
1.       Gangguan Somatofarm, Gejalanya bersifat fisik, tetapi tidak terdapat dasar organik dan faktor-faktor psikologis.
2.       Gangguan Disosiatif, Perubahan sementara fungsi-fungsi kesadaran, ingatan, atau identitas yang disebabkan oleh masalah emosional.
3.       Gangguan Psikoseksual, Termasuk masalah identitas seksual (impotent, ejakulasi, pramatang, frigiditas) dan tujuan seksual.
4.       Kondisi yang Tidak dicantumkan Sebagai Gangguan Jiwa., Mencakup banyak masalah yang dihadapi orang-orang yang membutuhkan pertolongan seperti perkawinan, kesulitan orang tua, perlakuan kejam pada anak.
5.       Gangguan Kepribadian, Pola prilaku maladaptik yang sudah menahun yang merupakan cara-cara yang tidak dewasa dan tidak tepat dalam mengatasi stres atau pemecahan masalah.
6.       Gangguan yang Terlihat Sejak Bayi, Masa Kanak-Kanak atau Remaja., Meliputi keterbelakangan mental, hiperaktif, emosi pada kanak-kanak, gangguan dalam hal makan.
7.       Gangguan Jiwa Organik, Terdapat gejala psikologis langsung terkait dengan luka pada otak atau keabnormalan lingkungan biokimianya sebagai akibat dari usia tua dan lain-lain.
8.       Gangguan Penggunaan Zat-Zat, Penggunaan alkohol berlebihan, obat bius, anfetamin, kokain, dan obat-obatan yang mengubah prilaku.
9.       Gangguan Skisofrenik Serangkaian gangguan yang dilandasi dengan hilangnya kontak dengan realitas, sehingga pikiran, persepsi, dan prilaku kacau dan aneh.
10.   Gangguan Paranoid, Gangguan yang ditandai dengan kecurigaan dan sifat permusuhan yang berlebihan disertai perasaan yang dikejar-kejar.
11.   Gangguan Afektif, Gangguan suasana hati (mood) yang normal, penderita mungkin mengalami depresi yang berat, gembira yang abnormal, atau berganti antara saat gembira dan depresi.
12.   Gangguan Kecemasan, Gangguan dimana rasa cemas merupakan gejala utama atau rasa cemas dialami bila individu tidak menghindari situasi-situasi tertentu yang ditakuti.
D.    RUANG LINGKUP KESEHATAN MENTAL
Kesehatan mental memiliki ruang kajian yang sangat luas. Ruang lingkup kesehatan mental antara lain sebagai berikut:
1.    Mental Hygiene dalam Keluarga
Amatlah penting bagi suami istri dalam mengelola keluarga untuk menciptakan keluarga yang sakinah mawaddah warahmah untuk memahami konsep-konsep atau prinsip-pronsip kesehatan mental hygiene ini, yang berfungsi untuk mengembangkan mental yang sehat atau mencegah terjadinya mental yang sakit pada anggota keluarga.
2.    Mental Hygiene di Sekolah
Gagasan ini didasarkan pada asumsi bahwa “perkembangan kesehatan mental peserta didik dipengaruhi oleh iklim sosio-emosional di sekolah.” Pemahaman pimpinan sekolah dan guru-guru (terutama guru BK atau konselor) tentang mental hygiene sangatlah penting. Pimpinan dan para guru secara sinerji dapat menciptakan iklim kehidupan sekolah (fisik, emosional, sosial, maupun moral spiritual) untuk perkembangan kesehatan mental para siswa. Di samping itu mereka dapat memantau gejala gangguan mental para siswa sedini mungkin. Mereka dapat memahami masalah mental yang dapat diatasi sendiri dan mana yang seyogianya dirujuk ke para ahli yang lebih profesional.
Para guru di SLTP dan SLTA perlu memahami kesehatan mental siswanya yang berada pada masa transisi, karena tidak sedikit siswanya yang mengalami kesulitan mengembangkan mentalnya karena terhambat oleh masalah-masalahnya, seperti penyesuaian diri, konflik dengan orang tua atau teman, masalah pribadi, masalah akademis yang semuanya dapat menjadi sumber stres.
3.    Mental Hygiene di tempat kerja
Lingkungan kerja memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Lingkungan kerja tidak hanya menjadi tempat mencari nafkah, ajang persaingan bisnis, dan peningkatan kesejahteraan hidup, tetapi juga menjadi sumber stres yang memberikan dampak negatif terhadap kesehatan mental bagi semua orang yang berinteraksi di tempat tersebut.
Banyak masalah yang mengakibatkan gangguan mental di tempat kerja yang diakibatkan oleh stres, apabila masalah-masalah tersebut menimpa suatu lembaga atau perusahaan, maka akan terjadi stagnasi produktivitas kerjadi di kalangan pimpinan atau karyawan. Jika hal ini terjadi, amaka tinggal menunggu kebangkrutan lembaga atau perusahaan tersebut.
Berdasarkan hal itu, bagi para pimpinan lembaga pemerintah / swasta yang menginginkan tercapainya keberhasilan. Sangatlah penting untuk memperhatikan mental hygiene ini, agar mereka dapat mengembangkan kiat-kiat untuk mencegah terjadinya maslaah gangguan emosional, datu memperkecil sumber-sumber terjadinya stres.
4.    Mental Hygiene dalam Kehidupan Politik
Tidak sedikit orang yang bergelut dalam bidang politik yang mengidap gangguan mental, seperti : pemalsuan ijazah, money politic, KKN, khianat kepada rakyat dan stres yang menimbulkan perilaku agresif karena gagal menjadi calon legislatif, dll.
5.    Mental Hygiene di Bidang Hukum
Seorang hakim perlu memiliki pengetahuan tentang mental hygiene, agar dapat mendeteksi tingkat kesehatan mental terdakwa atau para saksi saat proses pengadilan berlangsung, dimana sangat berpengaruh terhadap pengambilan keputusan hukum.
6.    Mental Hygiene dalam Kehidupan Beragama
Pendekatan agama dalam penyembuhan gangguan psikologis merupakan bentuk yang paling tua. Telah beberapa abad lamanya, para nabi atau para penyebar agama melakukan therapeutik.
Semakin kompleks kehidupan, semakin penting penerapan mental hygiene yang bersumber dari agama dalam rangka mengembangkan atau mengatasi kesehatan mental manusia. Ada kecenderungan orang-orang di zaman modern ini semakin rindu atau haus akan nilai-nilai agama, seperti ceramah atau tausiyah. Mereka merindukan hal itu dalam upaya mengembangkan wawasan keagamaannya, atau mengatasi masalah-masalah kehidupan yang sulit diatasinya tanpa nasihat keagamaan tersebut.

E.     KESEHATAN MENTAL KELUARGA
Keluarga merupakan satuan sosial yang paling sederhana dalam kehidupan manusia. Anggota-anggotanya terdiri dari atas ayah, ibu, dan anak. Bagi anak-anak, keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang dikenalnya. 
Barangkali sulit untuk mengabaikan peran keluarga dalam pendidikan. Anak-anak sejak masa bayi hingga usia sekolah memiliki lingkungan tunggal yaitu keluarga. Makanya, tak mengherankan jika beberapa ahli menyatakan bahwa kebiasaan yang dimiliki anak-anak sebagian terbentuk oleh pendidikan keluarga. Sejak dari bangun tidur hingga saat akan tidur kembali, anak-anak menerima pengaruh dari pendidikan keluarga.
Kehidupan keluarga pada dasarnya mempunyai fungsi sebagai berikut:
1.        Pembinaan nilai-nilai dan norma agama serta budaya.
2.        Memberikan dukungan afektif, berupa hubungan kehangatan, mengasihi dan dikasihi, mempedulikan dan dipedulikan, memberikan motivasi, saling menghargai, dan lain-lain.
3.        Pengembangan pribadi, berupa kemampuan mengendalikan diri baik fikiran maupun emosi, mengenal diri sendiri maupun orang lain, pembentukan kepribadian, melaksanakan peran, fungsi dan tanggung jawab sebagai anggota keluaraga, dan lain-lain.
4.        Penanaman kesadaran atas kewajiban, hak dan tanggung jawab individu terhadap dirinya dan lingkungan sesuai ketentuan dan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Pencapaian fungsi-fungsi keluarga ini akan membentuk suatu komunitas yang berkualitas dan menjadi lingkungan yang kondusif untuk pengembangan potensi setiap anggota keluarga.
Menurut Dadang Hawari, anak akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan memiliki kepribadian yang matang jika diasuh dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang sehat dan bahagia. Kepribadian menurut paham kesehatan jiwa adalah segala kebiasaan manusia terhimpun dalam dirinya, yang digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan, baik yang timbul dari lingkungannya (dunia luar) maupun yang datang dari dirinya sendiri (dunia dalam), sehingga corak dan kebiasaan merupakan satu kesatuan fungsional yang khas untuk individu itu.
Keadaan atau suasana keluarga sangat mempengaruhi perkembangan anak. Keadaan orang tua, sikapnya terhadap anak sebelum dan sesudah anak lahir, ada pengaruhnya terhadap kesehatan mental bagi anak.
Dalam perlakuan orang tua terhadap anaknya, harus dijaga dan diperhatikan kebutuhan-kebutuhan si anak dalam hidup pada umumnya, mulai dari kebutuhan-kebutuhan pokok sampai kebutuhan-kebutuhan jiwa dan sosial yang perlu hidup. Kebutuhan-kebutuhan jiwa itu seperti:
1.        Kebutuhan akan rasa kasih sayang
Kasih sayang tidak akan dirasakan oleh si anak apabila dalam hidupnya mengalami hal-hal sebagai berikut :
a.    Kehilangan pemeliharaan ibu
Anak-anak sangat membutuhkan pemeliharaan langsung dari ibunya, akan tetapi tidak semua ibu, dapat memberikan pemeliharaan kepada si anak karena berbagai alasan dan sebab. Namun bagaimanpun alasan dan sebab tersebut, akan berakibat tidak baik terhadap pertumbuhannya baik fisik, perasaan, kecerdasaan, atau sosial. Kesehatan mungkin terganggu dan pertumbuhan kepribadiannya akan mengalami kegoncangan yang akibatnya akan tetap terasa sampai ia dewasa, bahkan seumur hidupnya.
b.      Si anak merasa tidak diperhatikan atau kurang disayangi.
Banyak sebab-sebab yang membawa si anak kepada perasaan bahwa ia tidak disenangi atau tidak diperhatikan antara lain: mengabaikan pemeliharaan anak, sering berpisah dengan ibu, mengacamkan dengan hukuman, terlalu banyak peringtan dan nasehat terhadap si anak, menghina atau mengolok-olokan si anak dengan bermacam-macam cara, ibu yang suka marah atau menggerutu waktu menolong si anak, dan kurang memperhatikan keadaan si anak. Akibat yang mungkin terjadi pada anak-anak, apabila ia kurang disayang atau kurang diperhatikan itu banyak sekali, antara lain akan terganggu kesehatan mentalnya.
c.       Toleransi orang tua yang berlebihan
Toleransi yang berlebih-lebihan terhadap anak juga mempunyai pengaruh tidak baik bagi pertumbuhannya. Akibat yang tidak baik dari toleransi yang berlebihan bagi anak itu antara lain: emosi yang tidak matang.
d.      Orang tua yang terlalu keras
Terlalu banyak perintah, larangan, teguran dan tidak mengindahkan keinginan si anak, banyak pula menyebabkan gangguan terhadap ketegangan si anak. Ia tidak sanggup mengeluarkan pendapat, kadang-kadang terlalu sopan dan tunduk kepada orang yang berkuasa, kurang mempunyai inisiatif dan spontanitas, tidak percaya diri, dan tidak dapat mengisi waktu luang.
e.       Orang tua yang terlalu ambisius
Kadang-kadang orang tua karena ambisi atau keinginannya yang berlebih-lebihan sering mendorong anaknya untuk melakukan sesuatu yang di luar batas kemampuannya. Tindakan seperti ini akan menyebabkan si anak tidak mau bertanggungjawab dan sering gagal. Kegagalan ini sangat berbahaya, ia akan merasa rendah diri, apatis dan sebagainya.
f.       Sikap orang tua yang berlawanan
Apabila pendapat orang tua dalam mendidik si anak tidak sejalan, akan menyebabkan si anak kebingungan dan merasa tidak aman. Hal ini tidak baik bagi pertumbuhannya. Apabila perbedaan pendapat antara orang tua itu sangat besar, hal ini akan membawa kegoncangan jiwa pula, karena si anak akan terombang-ambing di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dia merasa menjadi objek dari dua aliran yang berlawanan itu.
2.        Kebutuhan akan rasa aman
Unsur-unsur pokok dalam rasa aman itu adalah kasih sayang, ketentraman dan penerimaan. Maka anak yang merasa sungguh-sungguh dicintai oleh orang tua dan keluarganya pada umumnya akan merasa bahagia dan aman. Namun kehilangan rasa aman terutama pada masa kanak-kanak akan membawa pengaruh sepanjang hidup.
3.        Kebutuhan akan harga diri
Baik olok-olok dalam bentuk apapun, maupun hukuman-hukuman, perintah-perintah, larangan-larangan dan janji-janji akan menghukum tanpa ada alasan yang wajar dan masuk akal, serta setiap tindakan orang tua yang selalu menunjukan kekuasaan dan kebesaran akan menyebabkan si anak tidak dihargai. Akibat dari hilangnya rasa harga diri itu, ialah antara lain merasa rendah diri, tidak berani bertindak, lekas tersinggung, lekas marah dan sebagainya.
4.        Kebutuhan akan rasa kebebasan
Kebebasan di sini bukan kebebasan yang tidak mengenal batas, tapi kebebasan di sini maksudnya adalah kebebasan dalam batas-batas kewajaran. Hal-hal ini yang menyebabkan anak-anak merasa tidak bebas adalah pertanyaan-pertanyaan tentang pergi-pulangnya, kawan-kawannya, cara membelanjakan uangnya dan sebagainya.


5.        Kebutuhan akan mengenal
Sering kita lihat anak-anak berusaha memegang sesuatu dengan tangannya sambil memeriksa dan melihat-melihat dengan matanya. Tindakan seperti ini sebenarnya adalah usaha dari anak untuk mengetahui barang-barang yang baru dalam lingkungannya. Peranan orang tua dalam memimpin anak-ank itu sangat penting.
       
        MASALAH DIDALAM KELUARGA
Ketidakhadiran anak di tengah-tengah keluarga juga sering menimbulkan konflik berkepanjangan antara suami-istri. Apalagi jika suami selalu menyalahkan isri sebagai pihak yang mandul. Padahal, butuh pembuktian medis untuk menentukan apakah seseorang memang mandul atau tidak. Solusi Daripada membiarkan masalah tersebut berlarut terus-menerus, lebih baik bicarakan dengan suami. Ajaklah suami untuk bersama memeriksakan ke dokter. Jika dokter mengatakan bahwa Anda dan suami sehat, berarti kesabaran Anda dan pasangan tengah diuji oleh yang Maha Kuasa. Namun, bila memang sudah bertahun-tahun kehadiran si kecil belum datang juga, Anda dan suami bisa menempuh cara lain, misalnya dengan adopsi anak. Memahami masalah kesehatan mental dalam keluarga secara luas adalah penting dalam zaman modern ini walaupun kemajuan ilmu teknologi dan industri dapat memberikan kemudahan dan kesenangan kepada manusia.
Akan tetapi semua itu belum dapat menjamin kesejahteraan dan kebahagiaan jiwa. Hal ini disebabkan karena kemajuan tersebut membawa kepada perubahan-perubahan dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang sudah barang tentu mempengaruhi perilaku kehidupan jiwa. Sehingga adaptasi masyarakat modern yang hiper kompleks itu menjadi tidak mudah, dan bahkan menyebabkan kecemasan, konflik terbuka dan eksternal sifatnya maupun yang tersembunyi dan internal dalam batin sendiri banyak orang mengembangkan pola tingkah laku menyimpang dari norma-norma umum atau, berbuat  semau sendiri demi kepentingan sendiri dan mengganggu atau merugikan orang lain.
Masalah-masalah sosial pada zaman modern yang dianggap sosiopatik itu merupakan fungsi struktural dan totalitas sistem sosial. Dengan kata lain penyakit masyarakat merupakan produk sampingan atau konsekuensi yang tidak diharapkan dari sistem sosial kultural zaman sekarang lambat laun apabila tingkah laku menyimpang itu menjadi meluas dalam masyarakat, maka berlangsunglah  deviasi situasional yang komulatif misalnya dalam bentuk kebudayaan korupsi, kriminalitas, deviasi seksual dan lain-lain.Tingkah laku atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadis, tetapi selalu ada kelangsungan antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya bahwa pola tingkah laku, fikiran, dan sugesti ayah ibu dapat mencetak pola yang  hampir sama pada anggota keluarga lainnya dan sangat besar sekali pengaruhnya dalam proses membentuk tingkah laku terutama anak-anak. Misalnya, temperamen ayah yang agresif meledak-ledak, suka marah, sewenang-wenang, serta kriminil, tidak hanya akan mentransformasikan efek temperamennya saja, akan tetapi juga menimbulkan iklim yang mendemoralisir secara psikis di tengah-tengah keluarga. Sekaligus juga merangsang  kemunculan reaksi-rekasi emosional yang implusif dan eksplosif pada anak-anak yang mengindikasikan ketidaksehatan mental mereka. Keluarga penuh konflik keras, keluarga radikal ekstrim, semua itu biasanya menjadi sumber yang subur bagi munculnya delinkuensi remaja dan ketidaksehatan mental anak-anaknya.  Sumbangan keluarga pada perkembangan anak ditentukan oleh sifat hubungan antara anak dengan berbagai anggota keluarga. Tidak semua anggota keluarga mempunyai pengaruh yang sama pada anak. Besarnya pengaruh seorang anggota keluarga bergantung sebagian besar pada hubungan emosional yang terdapat antara anak dan anggota keluarga itu, walaupun pengaruh seorang ayah pada anak bisanya kurang dari pengaruh ibu, terutama selama awal masa kanak-kanak.
Seorang ayah yang bersifat otokratis dapat menyebabkan penyesuaian yang kurang baik seperti juga seorang ayah yang permisif yang disiplinya tidak efektif. Pada dasarnya hubungan orang tua dan anak bergantung pada sikap orang tua. Sikap orang tua tidak hanya mempunyai pengaruh kuat pada hubungan didalam keluarga tetapi juga pada sikap dan perilaku anak. Kartini Kartono telah menyebutkan bahwa masyarakat modern yang serba ricuh, cepat berubah, dipenuhi kekerasan dan lain-lain itu disamping mendorong orang tua dan anak-anak muda menggunakan respon kriminal, delinkuen  juga banyak membuahkan tingkah laku yang neurotis, psikotisi dan psikopstis. Inilah tanda-tanda dari masyarakat yang tengah sakit. Dapat dinyatakan pula bahwa tingkah laku delinkuen dan neurotis, psikopatis anak-anak muda itu merupakan reaksi terhadap kondisi keluarga serba berantakan dan terhadap kondisi sosial masyarakat lingkungan yang tengah sakit.




F.      KESEHATAN MENTAL MASYARAKAT
Beberapa tingkah laku masyarakat yang beraneka ragam mendorong para ahli Ilmu Psikologi untuk menyelidiki apa penyebab perbedaan tingkah laku orang-orang dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu, juga menyelidiki penyebab seseorang tidak mampu memperoleh ketenangan dan kebahagiaan dalam kehidupannya. Usaha ini kemudian melahirkan satu cabang termuda dari ilmu Psikologi, yaitu Kesehatan mental /Mental Hygiene. Kesehatan mental, sebagai disiplin ilmu yang merupakan bagian dari psikologi agama, terus berkembang dengan pesat. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat yang selalu membutuhkan solusi-solusi dari berbagai problema kehidupan. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belum mampu memenuhi kebutuhan rohani, bahkan menambah permasalahan-permasalahan baru, seperti kecemasan dengan kemewahan hidup. Akibat lain seperti rasionalitas teknologi lebih diutamakan sehingga nilai kemanusiaan diabaikan..
Pada bagian lain, berbagai persoalan hidup yang melanda bangsa Indonesia, khususnya yang berkaitan dengan krisis multi dimensi di berbagai pelosok nusantara. Belum tuntas permasalahan ekonomi, muncul konflik berbau Sara, baru saja meredam pertikaian tersebut, bangsa kita dilanda berbagai bencana, semakin memperbukuk kondisi mental bangsa ini. Di samping itu, adanya perhatian manusia yang besar terhadap kesejahteraan hidupnya, serta adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya dilakukan pembinaan kesejahteraan hidup bersama ikut mempercepat perkembangan ilmu kesehatan mental.
Lingkungan sosial sangat besar pengaruhnya terhadap kesehatan mental. Lingkungan sosial tertentu dapat menopang bagi kuatnya kesehatan mental sehingga membentuk kesehatan mental yang positif, tetapi pada aspek lain kehidupan sosial itu dapat pula menjadi stressor yang dapat mengganggu kesehatan mental.
        Misalnya terhadap anak sebagai siswa banyak juga yang mengalami gangguan kesehatan mental seperti ketidaksiapan dalam menghadapi ujian, bullying, ketidakpercayaandiri, kehamilan di luar nikah, bahkan perilaku bunuh diri karena tidak lulus UN merupakan beberapa indikasi adanya ketidakmampuan pada pribadi siswa dalam menangani masalah pada dirinya yang juga merupakan tanda adanya gangguan kesehatan mental, mengingat remaja merupakan fase yang rawan, labil, dan dinamis. Masalah-masalah yang khusus diobati bila diperlukan, dan dukungan umum dan dorongan dilakukan. kegagalan akademis. Masalah-masalah yang mulai terjadi di lingkungan anak-anak, seperti kurang perhatian/gangguan hiperaktif (ADHD) dan gangguan belajar, bisa berlanjut untuk menyebabkan masalah-masalah sekolah pada remaja. Antara 1 % – 5 % remaja mengalami ketakutan memasuki sekolah. Ketakutan ini kemungkinan sama rata atau berhubungan dengan orang tertentu (seorang guru atau pelajar lain) atau peristiwa di sekolah (seperti kelas pengetahuan fisik). Remaja bisa mengalami gejala-gejala fisik, seperti sakit perut, atau bisa sederhana menolak pergi ke sekolah. Remaja yang sering bolos atau keluar dari sekolah telah menyadari keputusannya untuk menghindari sekolah. Remaja ini biasanya mencapai akademis yang minim dan memiliki sedikit kesuksesan atau kepuasan dari kegiatan yang berhubungan dengan sekolah. Mereka seringkali terlibat dengan tingkah laku yang beresiko tinggi, seperti melakukan seks yang tidak aman, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam keributan. Remaja dengan resiko keluar dari sekolah harus diberi perhatian pada pilihan pendidikan yang lainnya, seperti pelatihan kejuruan dan prgogram alternatif lainnya.

G.    NAFSU LAWWAMAH
Nafsul Lawwamah adalah jiwa yang masih cacat cela. Walaupun dia menerima hidayah (petunjuk dari Tuhan, patuh kepada-Nya, dan selalu ingin berbuat kebajikan, namun sang pemilik terkadang melakukan perbuatan maksiat atau sewaktu-waktu tak dapat menguasai hawa nafsunya, yakni godaan setan. Setelah hal tersebut terjadi, maka akan timbul sebuah penyesalan, lalu berbuat kepada Tuhan dan kembali patuh kepada-Nya.
Jika tidak dapat mengendalikan nafsu dengan sempurna, yang terjadi adalah terkadang muncul sifat-sifat seperti binatang, namun terkadang pula muncul sifat kemanusiaannya, hal ini juga disebut sebagai nafsul lawwamah. Kebalikannya, jika kita mampu mengendalikan nafsu dan memepergunakannya dengan baik, justru nafsul lawwamah akan sangat membantu dalam hal mengembangkan stimulus agar selalu menyeleraskan kehendak kita dengan kehendak Allah. Biasa nafsu ini dimiliki oleh orang-orang awam.
Dalam agama Islam, pembahasan nafsu ini sudah termaktub dalam Surat Al-Qiyamah ayat satu sampai dua yang berbunyi: Dan aku bersumpah dengan hari kiamat, dan aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali dirinya sendiri.
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang selalu mengkritik diri sendiri bila terjadi
suatu kejahatan dosa atas dirinya. Ini lebih baik sedikit dari nafsu
amarah. Karena tidak puas atas dirinya yang melakukan kejahatan lalu
mencela dan mencerca dirinya sendiri. Bila berbuat salah dan dosa dia lebih cepat sadar dan terus kritik dirinya sendiri. Perasaan ini sebenarnya timbul dari sudut hatinya sendiri bila buat dosa, secara otomatis terbitlah semacam bisikan dilubuk hatinya. Inilah yang di katakan lawwamah. Bisikan hati seseorang akan melarang dirinya melakukan sesuatu yang keji timbul secara spontan bila tergores saja dihatinya. Cepat rasa bersalah pada Allah Rasulullah atas keterlanjurannya. Ini ibarat taufik dan hidayah Allah untuk
memimpinnya kembali dari kesesatan dan kesalahan kepada kebenaran dan
jalan yang lurus.
Tapi bila seseorang itu naik ke martabat nafsu lawwamah tapi tidak
mematuhi sinyal lawwamah yang memancar di hatinya, maka lama-
kelamaan sinyal ini akan padam dan redup. Hingga jatuhlah kembali pada
tingkat nafsu amarah kembali. Sebab itu kadang-kadang kita tengok sekejap
orang tu baik, sekejap berubah jahat kembali. Kemudian berubah baik.
Inilah bolak balikan hati yang di sebabkan oleh kondisi nafsunya yang berubah-ubah.
Pada tingkat lawwamah ini masih bergelimang dengan sifat-sifat
mazmumah tapi jumlahnya mulai berkurang sedikit. Keinsafan memancar.
Jika dia terus mematuhi sinyal lawwamah yang ada, sedikit demi
sedikit sifat-sifat keji dapat dihapus. Pada tahap ini dia banyak
meneliti diri sendiri dan merenungkan segala kesalahan yang lampau. Bila
perasaan menyesal datang, orang-orang pada tingkat sangat mudah
mengeluarkan air mata penyesalan. Sering menangis dalam shalat, atau bila
sendirian, sewaktu berzikir, bersolawat. Air matanya bukanlah disengaja
tetapi terjadi secara spontan. Inilah dikatakan sebagai tangisan diri. Pada
tingkat ini mulai banyak mempelajari dan meneliti alam dan kejadian. Bahkan
selalu membandingkan sesuatu dengan dirinya. Mereka juga menjadi gila
untuk beribadat dan cenderung diskusi terkait soal
mengenal diri dan mulai jemu dengan persoalan yang tidak terkait dengan
agama. Perubahan ini bisa jadi tajam jika kita terjun ke alam
tasauf.
Antara sifat nafsu lawwamah adalah:
1)      Mencela diri sendiri
2)      Bermeditasi dan berpikir
3)      Membuat kebaikan karena ria
4)      Kagim pada diri sendiri yakni ‘ujub
5)      Membuat sesuatu dengan sum’ah -agar dipuji
6)      Takjub pada diri sendiri
Siapapun yang merasa berdegup di hati sifat seperti di atas masih berada
pada tingkat nafsu lawwamah. Ini adalah terdapat pada kebanyakan orang.
Harus kuat berzikir lagi untuk menembus dan menyucikan sisa karat
hati. Zikir pada peringkat nafsu ini masih lagi dibibir tetapi kadang-kadang
sudah mulai meresap masuk ke lubuk hati tapi dalam kondisi yang tidak
istiqomah. Pada tahap ini memang sudah timbul gila beribadat sehingga
kadang-kadang merasa dirinya ringan dan melayang, kadang-kadang
macam hilang dirinya. Rasa semacam semut berderau seluruh tubuhnya
terutama pada bagian tulang belakang dan tangannya. Kondisi beginilah
menimbulkan keasyikan yang menyenangkan dengan praktek zikir dan
ibadat lain.
Pada pringkat ini sudah dapat menerima sedikit ilham hasil dari zauk dan
kadang-kadang mengalami mimpi yang perlu ditafsir kembali oleh guru. Bila
berkelanjutan dengan tips dan praktek yang diberi oleh guru InsyaAllah
nafsunya lawwa-mah ini akan meningkat ke tingkat berikutnya





                    II.      Studi Kasus
A.      SUMBER KASUS
INSAN
Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental
http://e-journal.unair.ac.id/index.php/JPKM p-ISSN 2528-0104 | e-ISSN 2528-5181
B.       JUDUL ARTIKEL PENELITIAN
Komunitas SEHATI (Sehat Jiwa dan Hati) Sebagai Intervensi Kesehatan Mental Berbasis Masyarakat

C.       METODE PENELTIAN
Prosedur
Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian tindakan (action research) yang melibatkan subjek yang diteliti dan mereka diharapkan dapat meneruskan pengetahuan dari Pedukuhan X kepada anggota masyarakat lainnya dalam bentuk tindakan nyata. Penelitian tindakan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dalam proses asesmen dan analisis data. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah informasi tentang kesehatan jiwa, yang meliputi materi deteksi dini masalah kejiwaan, penanganan masalah kejiwaan, dan kebijakan tentang masalah kejiwaan. Subjek yang terlibat dalam Penelitian aksi ini adalah masyarakat Pedukuhan X yang terbagi dalam tiga unsur, yaitu keluarga pasien psikotik, para ibu pengajar PAUD/PKK, para pengambil kebijakan. Sebelum pembentukan kader SEHATI, subjek Penelitian diberikan psikoedukasi terkait masalah kejiwaan dan tata laksanan penanganannya. Perubahan pengetahuan subjek diukur dengan menggunakan kuesioner pra dan pascapsikoedukasi. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan paired sample t-test, sementara data kualitatif dianalisis dengan mengelompokkan hasil observasi dan wawancara pemangku kepentingan Pedukuhan X dalam tabel analisis SWOT.
Pengumpulan data
Data dikumpulkan dengan teknik wawancara individual terhadap representasi perangkat Pedukuhan dan focus group discussion (FGD) yang melibatkan Kepala Pedukuhan, pengurus PAUD, kader sehat jiwa dari Puskesmas, dan salah satu keluarga pasien Skizofrenia. Metode ini dipilih oleh Pedukuhan X karena dapat mencakup sekelompok orang dalam waktu relatif singkat.
D.    HASIL PENELITIAN
Data Kualitatif
Hasil observasi yang dilakukan Pedukuhan X pada kelompok masyarakat Pedukuhan X menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Pedukuhan X bekerja sebagai buruh tani dan pedagang di pasar. Dari sisi pendidikan, mayoritas penduduk usia 40 tahun ke atas berpendidikan SMP, sementara penduduk usia 18-35 tahun sebagian besar berpendidikan akhir SMA. Beberapa warga juga ada yang melanjutkan pendidikan hingga jenjang pendidikan S1.
Beberapa kegiatan sosial yang rutin diadakan di Pedukuhan X adalah pos pelayanan terpadu (Posyandu) balita pada tanggal 25 tiap bulannya, pendidikan anak usia dini yang diadakan 2 kali dalam seminggu, pertemuan rutin tokoh masyarakat setiap satu bulan sekali, dan pengajian ibu-ibu yang juga diadakan sebulan sekali. Seluruh aktivitas masyarakat dilakukan di masjid pedukuhan atau pendopo rumah kepala dukuh.
Seluruh warga yang namanya tercatat sebagai pasien gangguan mental berasal dari keluarga dengan status ekonomi menengah ke bawah dan tidak memiliki pekerjaan tetap. Selain itu, beberapa pasien juga masih berkerabat dekat, bahkan ada pasien yang merupakan kakak beradik kandung. Salah satu hambatan pasien jiwa untuk mendapatkan pengobatan adalah sikap keluarga yang cenderung tertutup dan tidak ingin anggota keluarga mereka dibawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit Jiwa (RSJ).
Hasil wawancara terhadap Kepala Dukuh X menunjukkan bahwa sejak dahulu memang telah ada masyarakat yang mengalami gangguan jiwa di pedukuhan X. Penyebabnya sebagian besar karena tekanan ekonomi dan masalah keluarga. Gejala yang umum ditunjukkan oleh penderita gangguan jiwa tersebut adalah berjalan tanpa tujuan, tidak menggunakan pakaian, dan berbicara sendiri. Meskipun tampak menerima, keluarga dengan anggota yang mengalami gangguan jiwa juga menjadi bahan perbincangan bagi penduduk warga lainnya. Hampir semua keluarga yang memiliki pasien jiwa bersikap tertutup dan tidak banyak berbaur dalam kegiatan masyarakat.
Tokoh perempuan di Pedukuhan X menyampaikan bahwa selama ini banyak ibu yang tidak paham bagaimana cara mendidik dan menangani perilaku anak dengan tepat. Menurutnya, situasi ini berpengaruh terhadap kondisi anak di masa dewasa, karena banyak keluarga dengan anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa punya masalah komunikasi. Pada saat pengajian, sebenarnya cukup banyak ibu yang mengeluhkan perilaku anaknya. Mereka tidak tahu harus berkonsultasi kepada siapa. Hanya segelintir keluarga pasien jiwa yang sering ikut pengajian. Sementara sianya jarang berbaur dalam kegiatan sosial masyarakat.
Kader Posyandu di Pedukuhan X menyampaikan bahwa sebenarnya beberapa waktu lalu sempat akan dilakukan pendataan mengenai pasien jiwa di Pedukuhan X, namun terkendala dengan beberapa keluarga yang cenderung tertutup terhadap kondisi pasien jiwa sebenarnya. Menurut narasumber, dia bersyukur karena di Pedukuhan X tidak ada kasus pemasungan terhadap pasien jiwa. Namun kasus stigma negatif ataupun anggapan miring terkait kondisi pasien jiwa masih ada. Dia menduga keluarga sebenarnya merasa malu dengan kondisi pasien jiwa dan akhirnya merasa rendah diri saat harus berinteraksi dengan masyarakat lain. Narasumber menyarankan agar dilakukan pendekatan dari tokoh masyarakat untuk berdialog dengan keluarga yang memiliki pasien jiwa.
Salah satu keluarga pasien psikotik menyampaikan bahwa penyebab kedua anaknya mengalami gangguan kejiwaan karena pengangguran dan tidak memiliki pekerjaan. Anak laki-lakinya yang berusia 35 tahun sempat kuliah hingga semester 6 namun tidak diselesaikan. Putus kuliah dan pulang kampung dengan kondisi menganggur dianggap sebagai salah satu sebab dia mengalami gangguan kejiwaan. Sehari-harinya, kedua pasien psikotik itu lebih banyak diam di teras rumah atau berkeliling pedukuhan tanpa tujuan yang jelas. Selama ini belum ada petugas Puskesmas yang datang dan menanyakan kondisi kejiwaan anaknya. Keluarga pasien sebenarnya membutuhkan informasi mengenai penanganan pasien jiwa dan bagaimana cara untuk mendapatkan jaminan kesehatan, karena biaya obat yang cukup tinggi.
E.     TABEL INTERVENSI
Pelaksaan Psikoedukasi pada Subjek Ibu dan Keluarga Pasien Psikotik Hari, Tanggal
Jumat, 10 Oktober 2014
Waktu
15.30 – 17.30 WIB
Sasaran
Para ibu dan keluarga pasien jiwa pedukuhan Pedukuhan X
Materi
Pola Asuh Orang Tua dan Dampaknya terhadap Kesehatan Jiwa Anak
Target yang ingin dicapai

1. Peserta dapat memahami aspek emosi anak usia dini
2. Peserta dapat memahami pola asuh ideal yang berpengaruh positif terhadap perkembangan emosi anak
3. Peserta dapat memahami peran orang tua sebagai pemantau perkembangan psikologis anak
4. Peserta dapat memahami aspek deteksi dini gangguan emosi pada anak dan remaja

Hasil Intervensi

1. Peserta memahami aspek emosi anak usia dini
2. Peserta memahami pola asuh ideal yang berpengaruh positif terhadap perkembangan emosi anak
3. Peserta memahami peran orang tua sebagai pemantau perkembangan psikologis anak
4. Peserta memahami aspek deteksi dini gangguan emosi pada anak dan remaja


Pelaksaan Psikoedukasi pada Subjek Tokoh Masyarakat Pedukuhan X Hari, Tanggal
Minggu, 9 November 2014
Waktu
20.00 – 21.30 WIB
Sasaran
Para bapak dan tokoh masyarakat pedukuhan Pedukuhan X
Materi
Peran Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanganan Gangguan Kejiwaan
Target yang ingin dicapai

1. Peserta dapat mengetahui aspek kesehatan jiwa
2. Peserta dapat mengetahui jenis gangguan jiwa yang lazim terjadi di masyarakat
3. Peserta dapat mengetahui penyebab gangguan kejiwaan
4. Peserta dapat mengetahui apa saja langkah untuk mencegah gangguan kejiwaan

Hasil Intervensi

1. Peserta mengetahui aspek kesehatan jiwa
2. Peserta mengetahui jenis gangguan jiwa yang lazim terjadi di masyarakat
3. Peserta mengetahui penyebab gangguan kejiwaan
4. Peserta mengetahui apa saja langkah untuk mencegah gangguan kejiwaan


Tabel 6. Pelaksaan Tindak Lanjut Penelitian pada Subjek Kader Sehat Jiwa Hari, Tanggal
Rabu, 4 Februari 2015
Waktu
09.00 – 11.30 WIB
Sasaran
Para kader kesehatan jiwa se-kecamatan Moyudan
Materi
Penyampaian hasil deteksi dini kesehatan jiwa di tiap pedukuhan
Target yang ingin dicapai

1. Kader dapat melakukan deteksi dini kesehatan jiwa pada masyarakat di lingkungan sekitarnya.
2. Kader melaporkan hasil temuannya kepada psikolog dan perawat jiwa puskesmas

Hasil Tindak Lanjut
Komunitas SEHATI telah berjalan dengan program pendataan pasien jiwa dan membahas hasil temuan di puskesmas
F.      DISKUSI KASUS
Kasus di Pedukuhan X menunjukkan bahwa masalah gangguan kejiwaan mayoritas dialami oleh individu yang berasal dari kalangan ekonomi menengan ke bawah, bahwa masalah gangguan mental lazim terjadi pada masyarakat dari strata sosial menengah ke bawah. Masalah turunan yang disebabkan oleh kesehatan mental berakibat pada penderitaan, ketidakmampuan bekerja, hingga kematian. Topik mengenai kesehatan mental ini diabaikan oleh banyak pemangku kepentingan di berbagai negara, karena dianggap tidak secara langsung berdampak terhadap kesejahteraan warga. Padahal, justru kesehatan mental yang baik dan terjamin menjadi faktor penting yang mampu membuat masyarakat sejahtera.
Para tokoh di Pedukuhan X sebenarnya cukup paham bahwa masalah kesehatan mental tidak bisa diselesaikan sepihak. Perlu ada integrasi antara unsur keluarga pasien dan masyarakat. Selain itu, kesehatan mental perlu dipandang tidak hanya dari sudut penyakit atau gangguan mental. Ada istilah kesehatan mental positif yang artinya kondisi psikologis seseorang yang sehat mental dan memiliki penyesuaian dan kelenturan dalam menghadapi permasalahan hidup. Orang yang sehat mental bukan berarti tidak pernah mengalami masalah, melainkan dia mampu kembali pada kondisi psikologis sebelum mengalami tekanan berat dalam hidupnya. Oleh karena itu muncul teori mengenai diatesis stres yang menyebutkan bahwa stres dan beban hidup yang ditanggung oleh manusia dalam hidupnya akan memengaruhi status kesehatan fisik dan mental individu. Konsep kesehatan mental positif ini juga disampaikan dalam materi psikoedukasi di Pedukuhan X.
Pada sesi psikoedukasi, subjek di Pedukuhan X diberikan pehaman bahwa gangguan jiwa berat ditandai oleh hilangnya kontak pasien dengan realita, muncul waham dan halusinasi, serta muncul perilaku yang tidak lazim. Gangguan jiwa berat yang banyak terjadi di masyarakat adalah adalah Skizofrenia. Skizofrenia juga didefinisikan sebagai kelompok gangguan psikotik yang ditandai dengan adanya gangguan pikiran, emosi dan tingkah laku, pikiran yang tidak terhubungkan, persepsi dan perhatian yang keliru, hambatan dalam aktivitas motorik, emosi yang datar dan tidak sesuai, dan kurangnya toleransi terhadap stres dalam hubungan interpersonal. Saat pemaparan materi, banyak anggota keluarga pasien merasa terbantu dengan informasi yang diberikan oleh peneliti.
Gangguan Skizofrenia memiliki prevalensi sekitar 1 persen dari jumlah keseluruhan penduduk di muka bumi. Fakta ini menjadikan Skizofrenia sebagai gangguan psikotik dengan prevalensi tertinggi. Gejala skizorenia lazimnya muncul pada usia remaja akhir atau dewasa muda. Onset di atas usia 40 tahun sangat jarang terjadi. Sementara prognosis pada laki-laki cenderung lebih buruk daripada perempuan. Di Pedukuhan X, prevalensi kasus Skizofrenia sekitar 5 permil (5 kasus dari seribu penduduk).
Gejala-gejala Skizofrenia muncul dalam tiga fase yang dapat diprediksi. Fase pertama adalah prodromal, yaitu fase di mana beberapa fungsi sosial mulai mengalami penurunan. Individu mulai menarik diri dari linngkungan sosial. Selain itu kemampuan rawat diri juga mulai menurun. Tahap kedua disebut dengan fase aktif, yaitu fase di mana gejala positif psikotik seperti delusi dan halusinasi muncul. Fase ketiga adalah residual, dengan gejala yang menyerupai fase prodromal, namun dengan kualitas perilaku yang lebih buruk.
Skizofrenia pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual biasanya terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat dikembangkan kemudian. Skizofrenia merupakan label yang diberikan pada suatu kelompok psikosis, yang mengalami penurunan fungsi-fungsi yang ditandai dengan kekacauan fikiran, persepsi, suasana hati, tingkah laku yang aneh dan penghindaran sosial.
Individu dengan diagnosis Skizofrenia, umumnya diberikan pengobatan seperti obat-obatan, aktivitas program mengurangi gejala, mempromosikan atau melibatkan individu kedalam aktivitas dan interaksi sosial, sehingga mereka dapat membangun peran sosial atau keterampilan khusus di masyarakat. Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut dengan neuroleptics, yang artinya mengendalikan syaraf. Jika bekerja degan efektif, neuroleptics membantu penderita Skizofrenia untuk berpikir lebih jernih dan mengurangi gejala positif Skizofrenia. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara memengaruhi gejala positif (delusi, halusinasi, agitasi). Sementara dalam dosis yang lebih rendah, memengaruhi gejala-gejala negatif dan disorganisasi, seperti defisit sosial. Secara umum, setiap obat dapat efektif untuk sebagian orang dan tidak efektif bagi orang lainnya. Tim medis dan pasien seringkali harus menjalani proses trial dan error hingga menemukan komposisi obat yang paling efektif.
Salah satu efek buruk Skizofrenia adalah dampak negatifnya terhadap hubungan penderita dengan orang lain. Problem ini termasuk juga ke dalam materi yang disampaikan kepada masyarakat Pedukuhan X. Masalah ini dapat menjadi hambatan paling mencolok yang diperlihatkan oleh penderita Skizofrenia dan membuat mereka tidak mampu mempertahankan relasi sosial. Intervensi psikososial dapat digunakan untuk meningkatkan kepatuhan konsumsi obat dengan cara membantu pasien agar mampu mengkomunikasikan masalahnya kepada profesional.
Selain gangguan jiwa berat, masyarakat Pedukuhan X juga diberikan edukasi mengenai gangguan mental emosional. Gangguan mental emosional ditandai dengan menurunnya fungsi individu pada ranah keluarga, pekerjaan/pendidikan, dan komunitas/masyarakat. Gangguan ini berasal dari konflik alam bawah sadar yang menyebabkan kecemasan. Individu dengan gangguan mental emosional masih terkait dengan realita dan lingkungan sekitarnya, namun membutuhkan pertolongan/intervensi dari profesional bidang kesehatan jiwa. Beberapa jenis gangguan mental emosional yang lazim terjadi adalah depresi dan gangguan kecemasan.
Warga Pedukuhan X mengalami perubahan kognitif dan perilaku setelah mendapatkan psikoedukasi tentang masalah kejiwaan. Sebagai sebuah komunitas, warga di Pedukuhan X mampu menciptakan rasa kebersamaan untuk menangani problem sosial di lingkungan mereka.


G.    SIMPULAN STUDI KASUS
Penyebab utama gangguan kejiwaan di Pedukuhan X adalah tekanan sosial ekonomi dan tekanan sosial. Pola komunikasi dalam keluarga yang tidak cair menyebabkan anggota keluarga yang terkena masalah enggan berbagi cerita. Oleh karena itu, pembentukan komunitas pedukuhan sehat jiwa dan hati (SEHATI) dapat menjadi wadah promotif, preventif, dan kuratif terhadap masalah kesehatan jiwa di skala pedukuhan.
Setelah peneltian dilakukan, peneliti memberikan saran agar keluarga bisa menjalankan peran sebagai pelindung utama pasien jiwa dan mampu menciptakan kondisi emosi yang nyaman bagi mereka. Selain keluarga, peran masyarakat juga diharapkan untuk meneruskan perilaku bebas stigma negatif terhadap pasien jiwa kepada generasi berikutnya. Agar fungsi kader dalam komunitas pedukuhan SEHATI ini optimal, perlu adanya kerjasama antara Puskesmas dan perangkat pemerintahan hingga level kabupaten untuk merumuskan kebijakan terkait pencegahan dan penanganan kasus gangguan kejiwaan di masyarakat.

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari gejala gangguan atau penyakit mental, terwujudnya keharmonisan yang sungguh-sungguh antar fungsi-fungsi jiwa serta mempunyai kesanggupan untuk menghadapi problem-problem yang biasa terjadi dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan dirinya, adanya kemampuan yang dimiliki untuk menyesuaikan diri dengan dirinya sendiri dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Kesehatan mental seseorang sangat erat kaitannya dengan tuntutan-tuntutan masyarakat tempat ia hidup, masalah-masalah hidup yang dialami, peran sosial dan pencapaian-pencapaian sosialnya.
        .
B.     SARAN
Dari makalah yang kami susun ini, kami harap pembaca dapat memahami betul tentang kesehatan mental terutama sangat berkaitan dalam masyarakat maupun keluarga. Seperti yang sudah dibahas diatas bahwa perlu adanya kebutuhan-kebutuhan individu yang perlu dilengkapi dan disesuaikan. Serta kesehatan mental dalam masyarakat perlu adanya penegak hukum masyarakat yang benar-benar dalam membersihkan masalah yang dapat merusak mental dan kepribadian. Sedangkan pada setiap satuan pendidikan seharusnya memberdayakan program-program pengembangan diri, bimbingan konseling, dan sejenisnya sebagai media yang sangat efektif di sekolah untuk pembinaan potensi peserta didik sesuai minat-bakat dan berfungsi efektif bagi pencegahan dini sekaligus tindakan terhadap penyimpangan, gangguan/sakit mental yang dialami peserta didik. Pendidikan budaya dan karakter seharusnya diintegrasikan dalam seluruh proses pembelajaran di sekolah dan lingkungan masyarakat secara konsisten untuk menjamin kesehatan mental.
Atas disusunnya makalah ini, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan maupun kekurangan. Kami mohon koreksi, kritik serta sarannya. Terimakasih.

Comments

Popular posts from this blog

Perbedaan Psikologi Islam dan Psikologi Umum

Hai sahabat blogger. kali ini KoalaBiru akan sedikit share tentang apasih perbedaan dari psikologi islam dan psikologi umum. karena dua hal ini sedikit membingungkan jadi, KoalaBiru menyimpulan dari berbagi referensi. dan kebetulan ini pernah jadi tugas KoalaBiru waktu masih semester 2 guys.. so, simak makalah KoalaBiru kali ini ya... ❤❤❤ MAKALAH PSIKOLOGI “Psikologi Islam dan Psikologi Umum” UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI 2016/2017   KATA PENGANTAR Puji syukur kita haturkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat limpahan rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan, Adapun isi dari makalah ini adalah mengenai psikologi islam dan psikologi umum. Makalah ini merupakan salah satu materi pembelajaran yang harus diselesaikan oleh Mahasiswa guna melengkapi nilai Ujian Tengah Semester . Makalah ini merupakan materi dari mata kuliah Psiokologi Program S...

Mineral Mikro "MANGAN (Mg)"

haii sahabat blogger. kali ini KoalaBiru akan sharing tentang salah satu tugas kuliah waktu KoalaBiru masih di semester 1. dari pada tugas nya disimpen terus, alangkah baiknya KoalaBiru menyebarkan ilmu dan tugas-tugas KoalaBiru ke blogger ya kan? lebih bermanfaat. ❤ MAKALAH ILMU GIZI DASAR UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN PROGRAM STUDI S1 ILMU GIZI MINERAL MIKRO MANGAN (Mn) KATA PENGANTAR Puji syukur kita haturkan kehadirat ALLAH SWT karena berkat limpahan rahmatnya, kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktu yang telah ditentukan, Adapun judul dari makalah ini adalah mengenai “MINERAL MIKRO MANGAN (Mn) ”. Dimana m i neral Mn adalah zat makanan yang jumlahnya relatif sedikit dalam tubuh, namun merupakan mikronutrien yang penting dalam kehidupan. Kami harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua, juga dapat menambah wawasan kita mengenai Mineral mikro mangan (Mn). Maka, kami harapk...